FSPMI DKI: Jangan Bodohi Buruh Dengan Isu Resesi Global

Jakarta, KPonline – Hadir bersama ratusan massa aksi buruh dari berbagai federasi serikat pekerja yang ada di Jakarta Sekretaris DPW FSPMI DKI, Samsuri berkesempatan memberikan orasi dalam aksi buruh terkait kenaikan upah minimum tahun 2023 hari ini di depan kantor gubernur DKI Jakarta (10/11).

Dalam orasinya, Samsuri menyatakan apa yang digaungkan pemerintah terkait kenaikan upah minimum akan mengacu PP. 36 tahun 2021 dimana PP tersebut adalah turunan dari Omnibus Law UUCK telah dinyatakan Inskonstitusional, Oleh karenanya PP.36 tidak boleh digunakan sebagai dasar dalam penetapan upah.

“Kita mengacu Inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka sangat realistis jika pemprov DKI menaikkan upah minimum sebesar 13 persen. Kita akan aksi berjilid jilid sampai dengan tanggal 21 November yaitu batas penetapan upah minimum.” tegasnya lagi.

“Ekonomi Indonesia sudah tumbuh meskipun hanya 1 digit, ancaman PHK dengan alasan resesi global hanya hoax, akal akalan pengusaha hitam. Ekonomi kita masih tumbuh, belum terjadi apa apa, untuk menumbuhkan ekonomi upah buruh harus naik besar.” tambahnya.

“Para pakar ekonomi menyampaikan kenaikan upah yang besar justru akan mendongkrak perekonomian kita.” jelas Samsuri di depan massa aksi.

Sebagai salah satu pengurus di Exco Partai Buruh, ia juga menyampaikan bahwa Inflasi di bulan Januari -Desember diperkirakan sebesar 6,5%, ditambah pertumbuhan ekonomi, berdasarkan prediksi Litbang Partai Buruh adalah 4,9%. Jika dijumlah, nilainya 11,4%. Kami tambahkan alfa untuk daya beli sebesar 1,6%, sehingga kenaikan upah yang diminta adalah 13% tahun 2023.

Aa 5 tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi ini:

1. Tolak PP. 36 tahun 2021 sebagai acuan Kenaikan Upah 2023,

2. Dasar penetapan Kenaikan Upah tahun 2023 harus mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi,

3. Naikkan Upah Minimum tahun 2023 sebesar 13%,

4. Tolak Omnibus Law,

5. Tolak PHK dengan ancama Resesi Global.

(Jim).