Filosofi Bonsai dalam Berorganisasi : Menjadi Indah, Berharga dan Berkualitas Mensyaratkan Kesabaran

Bekasi, KPonline – Banyak orang punya hobi baru semenjak Pandemi Covid-19, di antaranya menjadi pebonsai atau pecinta tanaman bonsai. Seni menanam pohon dalam pot ini populer dari Jepang sejak ratusan tahun silam.

Namun sebenarnya di Indonesia, menanam pohon di dalam pot juga sudah berkembang tak kalah lama, hanya saja berbeda nama. Di kalangan masyarakat Jawa misalnya, tanaman dalam pot disebut petetan. Perbedaannya kalau bonsai dibentuk dengan kawat atau tali, sedangkan petetan tanpa pembentukan. 

Perbedaan lainnya, jika Petetan tanpa nama gaya, bonsai memiliki berbagai nama gaya. Beberapa nama gaya bonsai antara lain, gaya formal, informal, bunjin atau literati dan masih banyak lagi.

FSPMI pun sama mencetak kadernya melalui Pusdiklat sebagai kawah candradimuka FSPMI, mewujudkan pemimpin yang semakin dewasa dalam berorganisasi

Tentu saja proses untuk menjadikan sebuah bonsai matang, memerlukan waktu bertahun-tahun dan di situlah, lagi-lagi butuh kesabaran tingkat ‘dewa’, begitu pun FSPMI butuh waktu cukup lama untuk membentuk kader yang militan dan berkarakter.

Bonsai akan tumbuh tanpa gaduh, bukan karena ia tak bisa bersuara, melainkan karena sang seniman bonsai akan membentuknya dengan hati dan suara hati yak akan terdengar.

Bonsai di kelas bintang bisa dijadikan bahan renungan, bahwa semakin tua (secara usia) dan semakin matang, semakin sedikit pula teman yang bersanding di sampingnya.

Namun dipastikan dari sedikit teman-temannya itu, semuanya adalah kelas bintang. Persaingan di kelas bintang bukan soal kalah atau menang, namun lebih kepada kompetisi keindahan dan kesabaran.

Semakin tua dan matang, sebuah bonsai kian menyajikan kesejukan dan keselarasan dengan alam. Pun demikian orang dewasa dan matang berorganisasi akan menyajikan kesejukan dan etika dalam pergaulan baik di internal organisasi maupun di masyarakat.

FSPMI salah satu organisasi yang mampu membentuk karakter bagi kadernya, layaknya pecinta bonsai yang bisa menciptakan sebuah pohon liar menjadi lebih indah dan mahal, begitu pun FSPMI menciptakan kadernya melalui pelatihan, pendidikan sehingga menjadikan kadernya manusia yang unggul dan bernilai dalam bermasyarakat.

Makna filosofi bonsai memang patut menjadi renungan bagi kader FSPMI, bahwa manusia seharusnya lebih memahami akan kebijakan sebagai makhluk hidup paling sempurna yang diciptakan Tuhan selain binatang dan tumbuhan. Semakin berumur, seharusnya manusia semakin dewasa dan bijak. Ia akan lebih menyukai kedamaian, akan berbicara dengan penuh kesejukan.

Manusia matang akan mendekatkan diri dengan Tuhan, karena mungkin teman-temannya sudah banyak yang meninggalkannya, baik karena ketidak cocokan, terpisah jarak dan waktu atau memang karena terlebih dahulu menghadap Tuhan.

Memang menjadi tua adalah takdir. Namun, menjadi dewasa dalam berorganisasi adalah sebuah pilihan. Untuk menjadi dewasa berorganisasi, niscaya melalui proses yang melibatkan keseluruhan wujud manusia, yakni lahir dan batin. (Yanto)