Dugaan “Mufakat Jahat” Pemerintah dan Wakil Rakyat

Bogor, KPonline, – Dalam terjemahan bebas, permufakatan jahat atau samenspanning, merupakan suatu perencanaan disertai kesepakatan, untuk melakukan suatu kejahatan, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana yang disepakati, dipersiapkan atau direncanakan tersebut belum terjadi. Dan apakah permufakatan jahat dapat dikenakan sanksi pidana ?

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 88 berbunyi, “Permufakatan jahat dianggap ada, bila saja dua orang atau lebih, bermufakat untuk melakukan kejahatan itu”. Sayangnya, permufakatan jahat selama ini seringkali hanya berkenaan dengan tindak pidana makar.

Bagaimana jika konteks permufakatan jahat, diimplementasikan dalam keterkaitan antara pengambilan kebijakan dengan dampak atas kebijakan tersebut ? Bagaimana jika pembahasan RUU Omnibus Law yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, juga dikategorikan sebagai permufakatan jahat ? Ya, permufakatan jahat antara pemerintah dan para wakil rakyat. Dimana DPR sebagai wakil rakyat, dan pemerintah sebagai mandataris rakyat, diduga kuat menginginkan rakyat menderita.

Aksi-aksi penolakan rakyat terhadap RUU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal sebagai RUU Omnibus Law, sejak digulirkannya draft RUU tersebut dari pihak pemerintah ke pihak legislator, pun telah mendapatkan perlawanan yang cukup sengit. Baik dari serikat pekerja/serikat buruh, petani, nelayan, mahasiswa, berbagai LBH dan tokoh-tokoh politik pun juga telah menyuarakan hal sama, bahwa RUU Omnibus Law hanya akan menambah panjang daftar penderitaan rakyat Indonesia.

Berbagai macam kajian dan diskusi-diskusi telah dilakukan oleh berbagai lembaga. Akan tetapi, hal tersebut tidak diindahkan sama sekali oleh mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat. Bahkan hingga saat ini pun, pembahasan RUU Omnibus Law masih terus berjalan. Dan jika RUU Omnibus Law disahkan menjadi Undang-undang, maka hampir bisa dipastikan, akan ada lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Kembali ke “permufakatan jahat” yang sedang dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan para wakil rakyat disana. Apakah pembahasan RUU Omnibus Law bisa dikategorikan sebagai salah satu dugaan permufakatan jahat para pejabat dan para wakil rakyat? Bisa saja. Karena, jika suatu kebijakan, jika suatu peraturan dan atau perundang-undangan merugikan satu pihak, dan pihak yang dirugikan tersebut adalah rakyat banyak, maka permufakatan jahat tersebut, bisa saja dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan. (RDW)