Disaat Pemerintah Mampu Tekan Perusahaan, Ketua Serikat Pekerja Kembali Bekerja Usai PHK Sepihak

Disaat Pemerintah Mampu Tekan Perusahaan, Ketua Serikat Pekerja Kembali Bekerja Usai PHK Sepihak
Foto ilustrasi by The Korea Ekonomi Daily

Purwakarta, KPonline – Sebuah babak baru dalam perjuangan hak-hak buruh terjadi, dimana pada saat itu ketika pemerintah turun tangan secara langsung untuk menekan perusahaan yang memecat secara sepihak ketua serikat pekerjanya. Intervensi pemerintah tersebut pun berujung pada kembalinya sang ketua serikat pekerja ke posisi kerjanya, sebuah kemenangan penting dalam gerakan buruh yang selama ini menghadapi tantangan berat dari kalangan pengusaha.

Kasus ini bermula pada tahun 2021 di salah satu pabrik otomotif terbesar di Korea Selatan, Hyundai Motor Company. Ketika itu, ketua serikat pekerja di salah satu pabrik utama Hyundai, yang dikenal vokal memperjuangkan perbaikan kondisi kerja dan upah, mendadak diberhentikan oleh manajemen. Alasannya diklaim terkait dengan “pelanggaran disiplin,” namun serikat pekerja dan berbagai organisasi buruh menilai pemecatan itu bermotif balas dendam atas aktivitas serikat pekerja yang memperjuangkan hak-hak buruh.

Gelombang protes melanda pabrik-pabrik Hyundai dan kantor pusat perusahaan. Federasi Serikat Pekerja Metal Korea (KMWU) segera mengorganisir aksi-aksi mogok nasional, dengan dukungan berbagai serikat pekerja dari sektor lain. Media lokal dan internasional turut menyoroti kasus ini sebagai ancaman serius terhadap kebebasan berserikat di negara yang selama ini dikenal sebagai salah satu basis industri terbesar di Asia.

Melihat tensi yang terus meningkat dan kekhawatiran akan meluasnya ketegangan sosial, Kementerian Ketenagakerjaan Korea Selatan mengambil langkah tegas. Menteri Ketenagakerjaan memanggil pimpinan Hyundai dan memberikan ultimatum agar perusahaan menghormati hak-hak dasar pekerja yang dijamin oleh Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Korea Selatan, termasuk Konvensi ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Setelah serangkaian negosiasi yang alot, Hyundai akhirnya tunduk pada tekanan pemerintah dan opini publik. Beberapa minggu setelahnya, perusahaan secara resmi mencabut surat pemecatan dan memulihkan posisi kerja ketua serikat pekerja tersebut tanpa pengurangan hak dan tunjangan.

Kemenangan ini disambut gembira oleh para buruh yang selama ini berjuang di garis depan. “Ini adalah kemenangan bukan hanya untuk kami di Hyundai, tetapi untuk seluruh pekerja di Korea Selatan. Pemerintah akhirnya berpihak kepada keadilan,” ujar sang ketua serikat pekerja dalam konferensi pers pada itu, setelah resmi bekerja kembali.

Pengamat ketenagakerjaan di Seoul menilai kasus ini sebagai preseden penting. Karena biasanya perusahaan besar di Korea Selatan cenderung dibiarkan oleh pemerintah dalam urusan internalnya. Namun kali ini, pemerintah menunjukkan keberaniannya untuk berdiri di sisi hukum dan keadilan ketenagakerjaan,” kata Dr. Kim Seung-Ho, profesor hukum ketenagakerjaan di salah satu kampus ternama di negara tersebut.

Kasus Hyundai ini sekaligus menunjukkan bagaimana peran aktif pemerintah mampu menciptakan keseimbangan kekuatan dalam hubungan industrial, sesuatu yang sering kali tidak terjadi di negara-negara lain.

Selain Hyundai, Korea Selatan memiliki sejarah panjang perjuangan buruh yang keras. Sejak era 1980-an, gelombang unjuk rasa dan mogok kerja kerap mewarnai perjuangan hak-hak buruh. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah mulai memperkuat perlindungan terhadap pekerja dengan mengesahkan berbagai regulasi pro-buruh dan menindak perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum.

Kemenangan buruh Hyundai di Korea Selatan menjadi contoh nyata bahwa dengan keberanian politik dan keberpihakan pada hukum yang adil, pemerintah dapat berperan aktif melindungi hak pekerja dan menekan kalangan pengusaha yang berbuat semena-mena.

Sumber:
•Korea Herald (2021)
•Yonhap News Agency (2021)
•IndustriALL Global Union Reports (2021)
•Fair Labor Practices in South Korea Report, ILO (2022)