Pelalawan, KPonline- Klaim manajemen PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) yang menyatakan telah memiliki departemen khusus untuk mengawasi legalitas dan pemenuhan hak-hak buruh dari perusahaan mitra kontraktornya dinilai hanya sebatas retorika. Hingga saat ini, kasus pelanggaran hak buruh oleh salah satu kontraktornya, PT. Timas Suplindo Engineering, tidak kunjung diselesaikan meski sudah lebih dari satu tahun berjalan.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau, Satria Putra, mempertanyakan keseriusan PT. RAPP dalam melakukan pengawasan terhadap kontraktornya. “Kalau betul PT. RAPP punya departemen khusus untuk itu, mana buktinya? Jangan cuma bicara di atas kertas, kenyataannya pelanggaran terus terjadi tanpa penyelesaian,” tegas Satria dalam pernyataan resminya kepada media.
Sementara itu, Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Kabupaten Pelalawan, Yudi Efrizon, mendesak PT. RAPP untuk terbuka dan menyebutkan secara jelas nama serta struktur dari departemen pengawas yang dimaksud. “Jangan hanya bilang ada, sebutkan namanya! Karena hingga saat ini, kasus yang menimpa eks pekerja PT. Timas Suplindo Engineering belum juga selesai, padahal perusahaan ini masih terus bekerja di proyek PT. RAPP,” kecam Yudi.
Menurut Yudi, pihaknya telah berulang kali menyampaikan aduan resmi ke Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi Riau. Bahkan, pihak pengawas ketenagakerjaan sudah mengeluarkan Nota Pemeriksaan (Nota Riksa) terhadap PT. Timas Suplindo Engineering. Namun faktanya, hingga berita ini diturunkan, tidak ada itikad baik dari perusahaan tersebut untuk menjalankan kewajibannya kepada para eks pekerjanya.
Anehnya, meskipun telah terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan, PT. Timas Suplindo Engineering tetap diberikan akses dan kepercayaan untuk menjalankan proyek di bawah naungan PT. RAPP. Hal ini memunculkan tanda tanya besar: di mana peran dan fungsi pengawasan dari PT. RAPP itu sendiri? Apakah pengawasan hanya formalitas tanpa tindakan konkret?
Aksi unjuk rasa yang dilakukan FSPMI pada 6 Juni 2024 lalu merupakan bentuk akumulasi kekecewaan terhadap pembiaran sistematis yang dilakukan PT. RAPP terhadap para kontraktor nakalnya. Namun alih-alih menyelesaikan masalah, manajemen PT. RAPP justru berlindung di balik klaim memiliki departemen pengawasan, tanpa transparansi dan tanpa hasil yang nyata di lapangan.
Satria Putra menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja yang terdzalimi. Bahkan, ia menyatakan akan membawa permasalahan ini ke meja perundingan tingkat nasional dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IndustriALL Indonesia Council yang dijadwalkan berlangsung pada bulan Agustus 2025 mendatang. “Kalau tidak bisa diselesaikan di daerah, akan kita bawa ke tingkat nasional dan internasional. Ini bukan lagi soal satu dua orang, tapi tentang prinsip dan keadilan bagi seluruh buruh,” tutup Satria.