Dampak Buruk Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

Dampak Buruk Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

Jakarta, KPonline – Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah. Mengutip laman Asia Nikei, Sabtu (1/9), Rupiah sempat melemah hingga menyentuh 14.840 terhadap Dolar AS pada Jumat tengah malam (31/8/2018). Ini merupakan posisi terendah Rupiah terhadap dolar sejak Juli 1998, setelah krisis keuangan melanda Asia

Melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak buruk bagi masyarakat. Dari sisi rumah tangga, akan ada kenaikan harga-harga barang, terutama komoditas-komoditas import.

Bacaan Lainnya

Naiknya harga barang, dimana pada saat yang bersamaan upah tidak ada peningkatan, maka akan terjadi penurunan daya beli.

Sedangkan dari sisi pelaku usaha, sebagian besar barang-barang ekspor andalan, bahan baku dan barang modal impornya, akan ada kenaikan ongkos karena nilai tukar rupiah melemah.

Mengambil satu contoh, tekstil. Kurang lebih 70% bahan baku tekstil adalah impor. Kemudian farmasi, sekitar 80% juga bahan bakunya impor. Termasuk pada kendaraan bermotor mulai dari mesin dan logam. Karena impor, maka otomatis ongkosnya akan naik, akibat nilai tukar rupiah yang melemah.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhdori mengakui, melemahnya mata uang Garuda ini tentu saja berdampak pada sektor industri yang menggunakan bahan baku dari impor.

“Tentu ada ya bagi industri yang memang dominan menggunakan bahan baku impor itu sedikit terganggu cast flownya,” kata Muhdori.

Penurunan nilai tukar juga akan menyebabkan beberapa konsekwensi lain, misalnya Bank Indonesia akan menaikan bunganya. Dampaknya akan semakin luas, karena hal tersebut akan memukul sektor usaha dari sisi yang lain, karena sektor usaha tidak lepas dari sisi peminjaman.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development Economic and Financial (INDEF), Bhima Yudhistira, berpendapat, pelemahan Rupiah bisa menyebabkan modal asing ke luar Indonesia atau yang lebih dikenal dengan capital outflow.

“Di tengah naiknya bunga Fed rate dan resiko global capital outflow bisa mengganggu kinerja ekonomi Indonesia. Investor asing melihat kondisi ini akan lakukan flight to quality dengan membeli aset yang aman baik Dolar, emas maupun yen,” tandasnya.

Meskipun rasio utang terhadap PDB masih di kisaran aman, pemerintah tetap harus waspada. Sebab, menurut dia, rasio kepemilikan asing terhadap surat utang Indonesia cukup besar, yakni 40 persen.

“Soal rasio utang Turki dan Argentina sudah di atas 50 persen. Indonesia di kisaran 30 persen. Tapi yang perlu dicermati adalah rasio kepemilikan asing di surat utang Indonesia yang mencapai 40 persen,” katanya, sebagaimana dilansir merdeka.com (31/8/2018).

Pos terkait