Buruh Tidak Ikut Reuni 212?

Jakarta, KPonline – Hari ini, reuni aksi 212 diselenggarakan. Ribuan orang dari berbagai penjuru berdatangan ke Monumen Nasional (Monas). Tidak sekedar bernostalgia terhadap aksi yang disebut-sebut pernah diikuti tujuh juta orang, reuni ini sekaligus menjadi semacam konsolidasi. Semacam penegasan bahwa spirit 212 tidak selesai hanya dalam Pilkada DKI Jakarta. Tetapi lebih besar dari itu. Berskala nasional.

Ketika ada yang menuding bahwa reuni 212 adalah aksi politik untuk kepentingan 2018 dan 2019, saya hanya tersenyum. Segala aktivitas yang dilakukan secara bersamaan oleh sekelompok orang, apalagi jika jumlahnya mencapai ribuan, memang tidak bisa lepas dari tuduhan semacam itu. Lagian, dimana salahnya jika aksi seperti ini adalah aksi politik?

Bacaan Lainnya

Saya berpandangan, setiap aksi untuk menyampaikan pendapat di muka umum adalah baik. Yang tidak baik adalah memaksakan pendapat dengan kekerasan. Apalagi membubarkan diskusi.

Namun demikian, biarkanlah para alumnis 212 yang menjawab tentang aksi yang mereka lakukan. Dalam tulisan ini, saya ingin keluar dalam konteks itu.

Saya justru ingin mempertanyakan. Mengapa para buruh tidak ikut reuni 212? Pertanyaan ini penting. Karena, setahun yang lalu, bertepatan dengan aksi 212, ada organisasi buruh yang secara resmi menggelar aksi nasional dengan mengusung tuntutannya sendiri. Meskipun ada irisan yang sama, tetapi aksi ini diklaim membawa tuntutan yang berbeda. Seiring sejalan.

Bahkan, aksi ini kemudian menyeret Presiden KSPI Said Iqbal dan Muhammad Rusdi (saat itu sebagai Sekretaris Jenderal KSPI) sebagai saksi terkait dengan dugaan makar. Pagi hari, setahun yang lalu, polisi memang menangkap beberapa orang atas tuduhan makar: Mayjen Purn. Kivlan Zein, Rachmawati Soekarnoputeri, Ahmad Dani, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Eko, Adityawarman, Firza Huzein, dan Jamran.

Ada kabar burung, massa aksi buruh inilah yang akan digerakkan ke DPR RI untuk mendesak sidang paripurna. Dengan harapan, katika ada massa yang bergerak ke Istana, massa yang berpusat di Monas akan tertarik untuk ikut. Tetapi kabar ini pun hingga saat ini masih diragukan kebenarannya. Petinggi KSPI membantah tuduhan itu, dan menyatakan bahwa aksi buruh adalah murni untuk memperjuangkan kepentingannya.

Bahwa kemudian dalam reuni 212 ini ada aktivis serikat pekerja yang juga ikut terlibat, tetapi secara organisasi, saya melihat tidak ada yang menginstruksikan untuk melakukan pergerakan. Tidak ada instruksi apapun untuk melakukan reuni, meskipun dengan mengusung tuntutannya sendiri.

Aktivis buruh yang turun ke jalan, tentu saja didasarkan atas pandangan pribadi. Saya percaya, sebagai seorang aktivis pergerakan, ketika memutuskan untuk ikut serta turun ke jalan bukan karena ikut-ikutan. Mereka memiliki pandangan yang matang tentang sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran. Keyakinan semacam itu memang harus diperjuangkan.

Aksi semacam ini baik dan sudah selayaknya didukung. Karena akan membuka mata publik, bahwa menyampaikan aspirasi secara bersama-sama (sebagaimana yang sering dilakukan serikat pekerja) bukanlah dosa. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum haruslah dihargai dan sama sekali tidak boleh dihalang-halangi.

Jika kemudian ada yang bertanya, mengapa buruh tidak ikut reuni 212? Bagi buruh, setiap hari adalah perjuangan. Dalam beberapa bulan terakhir, misalnya, aksi-aksi terus dilakukan di berbagai daerah. Tak perlu menunggu 212 untuk menyampaikan aspirasi.

Pos terkait