Buruh Mirip Badut yang Terbelenggu di Negeri Sendiri

Medan, KPonline – Buruh mirip badut yang terbelenggu di Negerinya sendiri. Begitulah atraksi teatrikal yang di tampilkan oleh buruh pada aksi perayaan Hari Buruh Internasional Nay Day di Provinsi Sumatera Utara, (1/5/2018).

1 Mei 2018 yang diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau biasa disebut May Day merupakan lanjutan dari aksi besar-besaran yang digelar di Cicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Saat itu buruh menuntut penurunan jam kerja yang awalnya sekitaran 19 jam kerja/hari mennjadi 7 jam/perhari.

Rupanya pembelengguan seperti itu juga masih terlihat di era ini, masih ada perusahaan yang masih menggunakan atau memperlakukan pekerjanya dengan jam kerja yang tidak sesuai aturan yang berlaku. Belum lagi keberlakukan PP78/2015 tentang pengupahan yang semakin memiskinkan buruh ditambah lagi tentang kenaikan harga beras, sembako, listrik dan BBM yang semakin mencekik kehidupan buruh.

“Kerja tidak pasti memakai sistem kerja kontrak dan Outsourcing, upah tidak layak bagi kehidupan perhari buruh, ditambah Listrik, beras, BBM yang naik melambung, pengangguran dimana-mana, mala di keluarkan pula Perpres No. 20 tahun 2018 yang memudahkan TKA masuk ke Negri ini,” ucap Tony Rickson Silalahi dalam orasinya.

Hal inilah yang membuat Hendri Setiawan seorang veteran buruh yang kini berpindah profesi sebagai pesulap profesional dalam menggelar atau menunjukan terbelenggunya buruh atas kebijakan-kebijakan yang belakangan ini dikeluarkan oleh Pemerintah melalui teatrikal dalam aksi unjuk rasa peringatan Hari Buruh Internasional May Day di Sumatera Utara.

Menggunakan topeng ala badut, tangan terantai di paksa kerja lembur karena kebutuhan hidup, ditertawaain tidak dianggap kinerjanya mala mendapat upah yang tidak sesuai perlakuan yang semena-mena seperti Badut yang hanya sebagai penghibur para pemilik modal di Negri sendiri.

Aksi teatrikal Hendri ini mendapat apresiasi yang sangat luar biasa oleh ribuan para peserta aksi dan pihak Kepolisian yang menonton antraksi Hendrik tersebut.

Dalam wawancara yang digelar oleh wartawan kepada Hendri sehabis melakukan aksi teatrikalnya mengatakan bahwa Pemerintah haruslah bertanggung jawab atas apa yang telah di alami oleh para buruh.

“Buruh hanya butuh kepastian, ya, kepastian Upah yang layak, kepastian Hidup yang Layak, kepastian pekerjaan yang layak, kepastian prilaku yang layak dan yang lain-lain. Tidak hanya dianggap seperti penghibur atau sebagai pelengkap untuk memperjaya/memperkaya majikannya yaitu pengusaha, jelasnya Buruh kini dianggap seperti badut yang selalu ditertawain dengan yang dikerjakannya” jelas Hendri.

Dalam aksi yang digelar oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) provinsi Sumatera Utara yang mengusung tuntutan Tritura Plus ini melakukan longmarch mengelilingi kota medan yang juga di iringi oleh Badut terbelenggu rantai kekuasaan dan pemodal yang diperankan oleh Hendri yang ikut juga berjalan kaki bersama ribuan Buruh sampai aksi ini berakhir pada pukul 18:00 wib.