Bergerak Merambah Nusantara

Jakarta, KPonline – Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) merupakan satu dari enam serikat pekerja anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Lima sektor yang lain adalah Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK), Serikat Pekerja Logam (SPL), Serikat Pekerja Perkapalan dan Jasa Maritim (SPPJM), Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI), dan Serikat Pekerja Dirgantara (SPDT).

Seperti biasa, setelah Rapat Pimpinan FSPMI, diselenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) masing-masing serikat pekerja anggota. SPAI FSPMI dan SPL FSPMI menyelenggarakan di Bekasi. SPPJM FSPMI menggelar di Serang, Anyer.

Sedangkan Rakernas Pimpinan Pusat SPEE FSPMI tahun 2018 diselenggarakan di Jepara. Pembukaan dan hari pertama digelar di Hotel Palm, Bandengan. Hari kedua dan Ketiga di hotel d’Season, Karimunjawa. Menyeberang selama 5 (lima) jam dari Pelabuhan Kartini menggunakan kapal. Di atas laut, rapat kembali dilanjutkan. Mereka menyewa ruang VIP di dalam KMP Siginjai.

Tak tanggung-tanggung, peserta yang hadir berjumlah lebih dari 150 orang. Mereka berasal dari 38 Kabupaten/Kota. Paling Barat adalah Provinsi Aceh, dan di Timur berasal dari Maluku. Dalam waktu yang tak akan lama lagi, SPEE optimis akan masuk ke Papua.

Itulah sebabnya, tema kampanye dalam Rakernas mereka adalah ‘merambah Nusantara’. Mereka tidak hanya bicara tentang satu wilayah tertentu di republik ini. Tetapi berbicara NKRI.

Formasi di atas, saya kira menggambarkan bagaimana kekuatan serikat ini. Apalagi, mereka mengklaim, 100 persen pelaksanaan Rakernas dibiayai oleh organisasi. Tanpa bantuan pihak lain.

Apa artinya? Artinya adalah, serikat ini sudah selesai dengan internalnya. Anggota, dana, sumberdaya, bahkan kesekretariatan bukan hanya di tertulis sebagai fiksi di atas kertas.

Karena itu, ketika kemudian serikat ini berbicara atas nama bangsa dan negara — nusantara — mereka memang memiliki kapasitas untuk itu.

Kekuatan itu akan semakin kokoh ketika disatukan dengan potensi yang dimiliki FSPMI. Apalagi jika kemudian berada dalam rumah besar KSPI.

* * *

Berbicara tentang KSPI, kita akan berbicara tentang May Day.

Dalam May Day 2018, KSPI mengusung TRITURA PLUS. Hal yang sama juga dilakukan oleh FSPMI. Dan karena SPEE adalah bagian dari FSPMI, itu juga menjadi sikap SPEE.

Mengapa ini penting saya sampaikan? Agar tidak ada keraguan diantara kita terkait dengan aksi May Day yang akan kita lakukan.

Tahun ini, KSPI memiliki isu sendiri. Namun demikian, meski sendiri, sama sekali ini tidak mambuat kita merasa rendah diri.

Baik bersama-sama maupun sendiri, tidak sedikit pun mengurangi semangat juang kita. Sebagaimana yang saya sampaikan di atas, di dalam KSPI pun ada beragam warna.

Salah satu isu penting yang ramai dibicarakan adalah seruan KSPI agar pada 2019 memilih presiden yang pro buruh. Dimana KSPI akan mendeklarasikan Capres pilihannya.

Ini memang berbeda dengan elemen yang lain. Namun yang harus dipahami, apa yang kita lakukan berdasarkan pada penilaian dan realitas di lapangan.

Setidaknya terkait dengan isu perburuhan, KSPI menilai Pemerintahan yang sekarang memiliki raport merah. Hal ini bisa dibaca dalam buku berjudul Pemerintah Gagal Menyejahterakan Buruh? yang ditulis Said Iqbal dan Kahar S. Cahyono.

Sedangkan secara konstitusi, rakyat memiliki kesempatan untuk mengganti Presiden dan Wakil Presiden saat Pemilu. Itulah sebabnya, KSPI menggunakan momentun 2019 untuk melakukan itu. Hal yang sama juga pernah dilakukan KSPI pada tahun 2014, yang kemudian didokumentasikan dalam buku berjudul SEPULTURA: Sebuah Cita-Cita Perjuangan.

Apa yang dilakukan KSPI sangat masuk akan dan konkret. Jika memang kita menilai sebuah rezim gagal, ya harus dihukum dengan tidak memilihnya kembali. Bukan sekedar jargon-jargon yang sekedar retorika dan bualan semata.

Jika kemudian pilihan kita menjadi beda dengan yang lain, itu adalah berkah dari demokrasi. Kita tetap berkomitmen untuk merawat dan berharap perbedaan membuat tercerai berai.

Itulah korelasinya antara tema Rakernas SPEE FSPMI ‘bergerak merambah Nusantara’ dengan tuntutan May Day KSPI. Sama-sama berbicara dalam konteks Indonesia.

Selebihnya. Satu yang pasti, meski sendiri, kita berani!