Purwakarta, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kembali akan menggelar aksi unjuk rasa selama dua hari berturut-turut di depan PT. Yamaha Music Manufacturing Indonesia. Aksi ini merupakan bentuk lanjutan perlawanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang menimpa Ketua dan Sekretaris Serikat Pekerja FSPMI di perusahaan tersebut, yang hingga kini tak kunjung mendapatkan penyelesaian yang adil.
Menurut rencana, aksi akan dimulai besok pagi, Kamis, 3 Juli 2025, dan berlangsung hingga Jumat, 4 Juli 2025. Ribuan buruh dari berbagai sektor diperkirakan akan turun ke lokasi sebagai bentuk solidaritas terhadap dua pengurus serikat yang diberhentikan, yaitu kasus pemecatan Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI, Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah. Dan itu merupakan cermin buram dari wajah industri yang pongah dan sewenang-wenang.
Alih-alih menghormati hak-hak normatif buruh yang dilindungi undang-undang, manajemen PT. Yamaha memilih jalan konfrontatif. Pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap dua pengurus serikat buruh dilakukan dengan alasan dugaan tindak pidana yang belum terbukti dengan sebuah manuver yang terang-terangan melanggar Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang secara eksplisit melarang PHK terhadap pekerja yang menjalankan kegiatan serikat.
Ironisnya, bahkan ketika Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi secara tegas menyatakan bahwa PHK tersebut tidak sah dan bahwa hubungan kerja tetap berlaku, manajemen Yamaha tetap bersikukuh. Mereka malah menggiring persoalan ke Pengadilan Hubungan Industrial memperpanjang konflik, memperburuk suasana kerja, dan menunjukkan watak keras kepala yang jauh dari nilai-nilai keadilan industrial.
Dan menanggapi hal tersebut, Ketua Pimpinan Cabang (PC) Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Purwakarta – Subang mengatakan bahwa ini bukan hanya persoalan dua orang. Ini soal pelecehan terhadap serikat pekerja. Kalau pengurus bisa di-PHK begitu saja, maka itu sinyal buruk bagi seluruh pekerja.
Menurutnya, tindakan manajemen PT. Yamaha Music Manufacturing Asia bisa dikategorikan sebagai union busting atau pemberangusan serikat buruh, sebuah praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan berserikat yang dijamin dalam hukum nasional maupun internasional.
Dalam instruksi aksi yang telah tersebar luas antar anggota, baik itu lewat media sosial maupun whatsapp, FSPMI menyerukan kepada seluruh anggotanya dan simpatisan gerakan buruh untuk ikut mendukung perjuangan ini. Mereka menegaskan bahwa pengurus serikat tidak boleh menjadi korban hanya karena memperjuangkan hak-hak anggotanya.
“Jika hari ini Ketua dan Sekretaris bisa dipecat seenaknya, maka besok-besok semua pengurus serikat di seluruh Indonesia terancam bernasib sama. Kita harus lawan ini,” sambung Yanto.
Mengingat mungkin terjadi tensi yang meningkat dengan jumlah massa yang besar. Namun, FSPMI mengingatkan bahwa selama ini aksi-aksi mereka selalu berlangsung damai dan sesuai aturan.
“Kami tidak sedang mencari keributan apalagi mengganggu investasi, tetapi kami menuntut keadilan. Namun, jika keadilan tidak diberikan, maka suara kami akan terus menggema,” ujar Yanto.
Ia pun berharap kepada pihak manajemen PT. Yamaha Music bersedia membuka kembali ruang dialog yang benar-benar serius dan menyelesaikan masalah ini secara adil.