Aksi Adalah Senjata Mematikan, Namun Harus Dilakukan Secara Bersamaan

Purwakarta, KPonline – Sebagian besar pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia memanfaatkan pandemi virus Corona (Covid-19) untuk menyerang pekerja dan serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB).

Di Indonesia, pemerintah telah memperkenalkan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja Melalui “Omnibus Law”. Pemerintah Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa RUU ini berasal dari 79 undang-undang yang ada dirubah menjadi satu untuk memungkinkan investasi asing langsung yang lebih besar, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Bacaan Lainnya

Namun, menurut kelas pekerja atau kaum buruh kenyataannya Omnibus Law tersebut hanya akan merugikan masyarakat dan kalangan kelas pekerja serta lingkungan. Karena akan mengurangi upah, menghilangkan hak atau mengikis hak-hak pekerja yang sudah ada.

Ribuan orang Indonesia dalam beberapa kurun waktu belakangan ini pun telah melakukan protes penolakan di jalan-jalan terhadap undang-undang ini dan rencananya pada 25 Agustus nanti, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) beserta puluhan ribu anggotanya atau mungkin bahkan ratusan ribu, akan menyambangi DPR RI, Senayan, Jakarta.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat diduga telah membuat serangkaian kebijakan yang mendorong negara bisa dikendalikan oleh yang punya uang lewat Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Dari 268.583.016 penduduk Indonesia, 131.005.641 atau hampir setengahnya adalah pekerja atau buruh. Dan rasanya kalau semua pekerja atau buruh turun aksi secara bersamaan, bisa menjadikan kekuatan yang cukup menyeramkan atau mematikan dalam mematahkan “Tirani” yang hadir di depan mata.

Tentunya kawan buruh masih ingat dalam aksi “Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah” atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Hostum pada 2012 lalu.

Dalam aksi yang dilakukan kawan-kawan pekerja atau buruh waktu itu mampu merivisi Permen 17/2005 menjadi Permen
13/2012 dengan merubah jumlah komponen KHL dari 46 item menjadi 60 item dalam hal pengupahan.

Kemudian, membuat Menakertrans menegaskan tidak boleh ada lagi pelaksanaan pekerja outsourcing yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pos terkait