Ada Kongkalikong , Kartel Minyak Goreng Mulai Terendus KPPU

Jakarta,KPonline – Dugaan kartel pada tata niaga minyak goreng mulai terkuak. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru saja menemukan satu alat bukti dalam investigasi soal kartel minyak goreng.
Perlu diketahui, sejak Januari lalu, KPPU melakukan proses penegakan hukum terkait adanya dugaan pelanggaran persaingan penjualan atau distribusi minyak goreng nasional. Proses itu diawali investigasi untuk menemukan dua bukti soal pelanggaran yang terjadi.

Kini dengan adanya satu bukti yang ditemukan, Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean menyatakan status penegakan hukum soal dugaan kartel minyak goreng telah naik menjadi penyelidikan.

Bacaan Lainnya

“Melalui temuan tersebut, minggu ini status penegakan hukum telah dapat ditingkatkan pada tahapan penyelidikan,” ujar Gopprera dalam keterangannya, Senin (28/3/2022).

KPPU melihat ada beberapa dugaan pelanggaran yang terjadi pada tata niaga minyak goreng. Pertama dugaan pelanggaran penetapan harga yang melanggar pada pasal 5 UU no 5 tahun 1999, dugaan tindakan kartel yang melanggar pasal 11, dan dugaan penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang yang melanggar pasal 19.

Dalam proses awal penegakan hukum, tim investigasi telah mengundang dan meminta data atau keterangan dari sekitar 44 pihak terkait. Mulai dari produsen, distributor, asosiasi, pemerintah, perusahaan pengemasan, dan pelaku ritel.

“Proses penyelidikan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang. Penyelidikan akan difokuskan pada pemenuhan unsur dugaan pasal yang dilanggar, penetapan identitas Terlapor, dan pencarian minimal satu alat bukti tambahan,” papar Gopprera.

Bila penyelidikan dapat menyimpulkan dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal dua alat bukti, maka proses penegakan hukum dapat diteruskan ke tahapan Pemeriksaan Pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi.

Melalui proses Sidang Majelis, KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa denda. Besarannya, maksimal 50% dari keuntungan yang diperoleh terlapor dari pelanggaran, atau maksimal 10% dari penjualan terlapor di pasar bersangkutan.

Gopprera sendiri mengaku tak bisa memberitahu secara detail apa bukti yang sudah dipegang pihaknya. Dia khawatir bila semua dijelaskan secara rinci dapat membuat penyelidikan oleh pihaknya terganggu.
Namun, kepada detikcom, Gopprera memberikan informasi soal temuan modus yang terjadi pada tata niaga minyak goreng sehingga muncul adanya dugaan kartel. Dugaan kartel menurut Gopprera terjadi karena adanya kesamaan perilaku antara produsen minyak goreng.

Gopprera menduga kesamaan itu didasari atas sebuah perjanjian antar pengusaha. Hal itu terlihat dari stok minyak goreng yang tiba-tiba hilang di pasar secara bersamaan pada saat aturan HET minyak goreng ditegakkan.

“Kami melihat telah terjadi dugaan perjanjian pengaturan produksi. Barang sempat hilang di masa adanya HET. Bisa dilihat kemarin, hampir semua merek ini menghilang saat ada aturan HET. Laporan dari ritel juga mereka mengaku permintaan barang tidak bisa dipenuhi,” ungkap Gopprera.

Namun, ketika HET dicabut barang-barang kembali muncul di pasar secara bersamaan sehari setelahnya. Menurutnya, keterangan dari para peritel biasanya pengadaan barang di ritel tak bisa dilakukan dalam waktu cepat.

“Kemudian pasca HET dicabut kok tahu-tahu ada, laporan dari peritel itu langsung hari itu juga. Padahal, sistem pengadaan barang di ritel tidak bisa secepat itu,” ujar Gopprera.

Dia mengatakan kondisi ini seperti menyiratkan adanya perjanjian antara para produsen untuk menahan stok minyak gorengnya untuk membuat kestabilan harga.

Dugaan kartel ini melanggar Pasal 11 UU no 5 tahun 1999. Dalam undang-undang disebutkan pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk mendapatkan keuntungan.

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,” bunyi pasal 11.

Lalu berdasarkan bukti historis dan beberapa pengakuan dari pihak yang dimintai keterangan, Gopprera mengatakan pihaknya menduga ada pengaturan harga minyak goreng yang dilakukan para produsen.

“Kami juga melihat ada dugaan price fixing berdasarkan bukti keterangan dari berbagai pihak yang diperiksa dan data historis, diduga ada pergerakan harga yang sama yang dilakukan produsen,” ujar Gopprera.

Soal dugaan pengaturan harga sendiri Gopprera mengatakan hal itu melanggar pasal 5 pada UU no 5 tahun 1999.

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama,” bunyi pasal 5 ayat 1 undang-undang tersebut

Pos terkait