Menjadikan Jaminan Sosial Sebagai Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Sosial

Jakarta, KPonline – Saat ini, sistem jaminan sosial sudah dilaksanakan di Indonesia, yang ditetapkan melalui Undang-Undang no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Tetapi dari dua regulasi tersebut, belum bisa menjadi alat yang tepat untuk redistribusi kesejahteraan karena hanya mengatur tentang jaminan kesehatan dan jaminan pensiun yang masih setengah hati.

Dalam jaminan kesehatan yang berlaku saat ini masih ada kelompok warga miskin yang tidak masuk karena anggaran pemerintah untuk kelompok PBI (penerima bantuan iuran) terbatas. Sedangkan jaminan pensiun, juga terlihat sekedar menggugurkan kewajiban sesuai konstitusi dimana saat pensiun pekerja formal hanya mendapatkan tiga ratus ribu rupiah, angka yang tidak mencapai 10% dari komponen hidup layak untuk pekerja single. Jelas tidak masuk logika walaupun untuk sekedar bertahan hidup.

Dengan sejumlah uang yang setara dengan sekitar 15 kg beras saat ini, para pensiunan tersebut harus mengatur agar bisa untuk mencakup seluruh kebutuhannya selama satu bulan. Bagaimana hal ini bisa dikatakan sejahtera? Belum lagi untuk pekerja sektor informal maupun sektor non formal yang sampai saat ini belum di cover dengan sistem jaminan pensiun sehingga kesejahteraan di usia pensiun mereka masih jauh panggang dari api.

Untuk terjadinya proses redistribusi kesejahteraan, seharusnya tidak hanya hanya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun yang dilakukan. Namun ada beberapa jaminan sosial yang perlu diimplementasikan, diantaranya: Jaminan sembako murah, rumah murah, transportasi murah, pendidikan, hingga jaminan pengangguran l.

Sembilan bahan pokok, sebagai kebutuhan dasar adalah hal yang harus bisa dipenuhi oleh seluruh warga negara agar bisa bertahan hidup sehingga negara harus menjamin agar sembako tersebut bisa dijangkau oleh setiap warganya. Harus dipastikan, harga kebutuhan pokok ini bisa dibeli oleh seluruh masyarakat. Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah melalui dua cara, yaitu memastikan tidak ada mafia sembako dan subsidi untuk kestabilan harga.

Para mafia biasanya memainkan ketersediaan sembako di pasaran, dimana ketika saat jumlahnya menurun maka harganya akan naik. Sehingga yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga keteserdiaannya sehingga harga terus stabil. Subsidi juga perlu dilakukan oleh pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung agar produk sembako ini harganya murah.

Agar produk sembako murah subsidi bisa dilakukan untuk bahan atau perlengkapan penunjang produksinya maupun subsidi langsung ke harga jual sembako tersebut.

Agar terjadi proses redistribusi kesejahteraan, subsidi tidak hanya dengan melalui suntikan dana APBN/APBD tetapi juga melalui regulasi agar korporasi berperan sehingga produk sembako yang dijual ke pasaran harganya murah.

Sandang, pangan dan papan adalah tiga hal untuk memenuhi kebutuhan keamanan fisik sehingga seharusnya selain pangan atau sembako, maka papan atau rumah seharusnya menjadi kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh seluruh warga negara.

Namun yang saat ini terjadi, rumah adalah barang mewah yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan papan ini anak-anak yang sudah berkeluarga dan beranak pinak tetap tinggal serumah dengan orang tuanya. Artinya, dalam satu rumah berkumpul banyak keluarga sehingga rumah tersebut kurang layak untuk tempat tinggal.

Bagi yang lain karena tidak mampu membeli rumah, solusinya menjadi “kontraktor”, yaitu tinggal dirumah kontrakan selama hidupnya dengan konsekuensi bisa tiap tahun harus buat surat pindah karena ganti alamat ataupun konsekuensi paling berat diusir oleh pemilik kontrakan. Mungkin yang agak sedikit beruntung adalah mereka yang bisa membeli rumah secara kredit, namun konsekuensinya adalah jeratan hutang selama hidupnya sehingga bagi kelompok ini kewajiban pertama dari bekerja untuk membayar hutang, sebelum gaji diterima dipotong dulu untuk cicilan rumahnya.

Pemerintah harus bisa menjamin bahwa setiap warga negara harus mempunyai tempat tinggal yang layak. Agar itu bisa terwujud maka program pembangunan rusunami yaitu pembangunan satu juta rumah bersubsidi bukan sekedar ucapan tetapi harus diwujudkan. Pemerintah bisa memaksa korporasi swasta atau BUMN agar menyediakan rumah murah untuk para pekerjanya baik rumah susun atau rumah diatas tanah sehingga ada proses pembagian profit yang diterima oleh perusahaan secara adil untuk pekerjanya.

Di zaman sekarang, mobilitas yang tinggi, cepat dan jarak yang jauh adalah keniscayaan apalagi dijabodetabek dimana para pekerja mengadu nasib di Jakarta namun tempat tinggalnya di kota sub urban Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Oleh karena itu diperlukan satu akses transportasi publik yang murah, nyaman dan tepat waktu bagi para pekerja.

Memang saat ini sudah ada commuter line yang disubsidi melalui PSO dari APBN ataupun Transjakarta dari APBD DKI Jakarta, namun masih perlu diperluas jangkauannya maupun diperbanyak moda transportasinya. Para pengguna kendaraan pribadi dimintai pajak atau retribusi dimana dana yang terkumpul diberikan kepada para pemakai transportasi publik dalam bentuk subsidi transportasi murah. Inilah implementasi bagaimana yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah, sebagai sistem jaminan sosial dalam bidang transportasi.

Untuk meningkatkan kualitas masyarakat, maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan pendidikan masyarakatnya. Akses ke pendidikan baik tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas ataupun perguruan tinggi bagi warganegara khususnya orang-orang yang kurang mampu dibuat mudah dan murah.

Anak-anak dari keluarga mampu jika masuk ke lembaga pendidikan negeri dimintai biaya untuk mensubsidi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu sehingga mereka gratis. Jumlah anak-anak serta biaya yang dibebankan dari keluarga mampu dilembaga pendidikan negeri ini dibuat proporsional agar bisa mongcover biaya pendidikan dari kelompok bawah dengan jumlah yang banyak, sehingga orientasi biaya pendidikan bukan mencari keuntungan namun untuk terjadinya akses pendidikan bagi seluruh warga negara.

Menjadi pengangguran bukanlah sebuah pilihan bagi setiap orang. Harapan dari sebagian besar warga negara adalah bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun kondisi tiba-tiba di PHK kemudian menjadi pengangguran terutama pada masa sekarang yang menganut paham flexible labour market, maka menjadi hal yang sangat memungkinkan.

Oleh karena itu diperlukan satu perlindungan bagi pekerja yang tiba-tiba di PHK dengan jaminan pengangguran, agar pekerja bisa tetap punya pendapatan walaupun statusnya tidak ada hubungan kerja lagi.

Prinsip dari seseorang bekerja adalah seumur hidup agar sejahtera, sehingga selama seseorang diterima sebagai pekerja maka perusahaan harus menjamin bahwa yang bersangkutan bisa menerima pendapatan sampai usia pensiunnya. Bentuk jaminan tersebut adalah selama menjadi pekerja, perusahaan membayar iuran jaminan pengangguran untuk yang bersangkutan sehingga ketika perusahaan secara sepihak melakukan PHK, pekerja masih bisa memperoleh pendapatan secara rutin sampai batas waktu tertentu.

Untuk iuran dan manfaat jaminan pengangguran memang perlu dikaji lebih lanjut, agar jika program ini diadakan tidak sekedar ada seperti jaminan pensiun yang saat ini berjalan, namun tujuan dari program tersebut juga terpenuhi yaitu tercapainya kesejahteraan warga.

Ketika dahulu kekhalifahan mengusahakan terjadinya pemerataan kesejahteraan dan hal itu terbukti melalui zakat, maka seharusnya pemerintah mengadopsinya dalam sistem jaminan sosial untuk proses pemerataan kesejahteraan dimana mewajibkan bagi yang mampu untuk membantu yang tidak mampu, yang kuat membantu yang lemah ataupun yang kaya membantu yang miskin.

Bagi warga negara, ketika dalam beragama mereka bersemangat untuk menjadi muzakki zakat, maka seharusnya didalam bernegara harus mempunyai semangat untuk mengiur dalam sistem jaminan sosial. Kemenangan idul fitri sebagai umat beragama, seharusnya menjadi momentum bangkitnya kemenangan didalam bernegara.

Wawan Erfianto, Wakil Presiden KSPI / ASPEK Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *