Cerita Warung Kopi : Gelisah Dan Diskusi Buruh Kawasan Pulogadung

Seperti  biasanya dari hari kehari bulan ke bulan tahun demi tahun kami lakoni hidup sebagai pekerja. Jam 8 pagi mulai masuk bekerja di divisi masing masing  serentak dan kompak mengerjakan pekerjaan yang di perintah kan oleh perusahaan, tiba tiba tanpa sadar kami di ingatkan oleh bel lonceng pabrik yang meraung raung tanda memasuki Jam Istirahat. Seperti tentara kami serentak menghentikan kegiatan kami keluar dari ruang kerja, melepas penat setelah 4 jam terus menerus bekerja.

Karena sudah terbiasa bertahun tahun seperti ada gaya tarik tersendiri antara kerja otak dan perut, kami di paksa berjalan menuju kantin. Antri mengambil jatah makan dengan menu sederhana, secepat kilat  hanya butuh 15 menit kami lahap hidangan yang sudah diukur harga makan jatah per orang.

Bacaan Lainnya

Kemudian  sambil tertawa kami keluar pabrik menuju tempat tongkrongan warung tenda pinggir jalan yang menyediakan soto, kopi dan es teh manis.

Seperti biasa, Teteh pemilik warung seakan sudah mengerti pesanan kami. Dengan sigap menyusun gelas gelas berisi kopi untuk di seduh air panas dari thermos. Harum semerbak aroma kopi tertiup angin siang itu bangkitkan perasaan tersendiri bagi kami penyuka kopi.

Sambil bercanda ria tertawa dengan barisan gelas kopi susu maupun hitam di tengah tengah meja. Kemudian diselingi kepulan asap putih di sela sela obrolan dan tawa  seakan akan melepaskan penat dan kejenuhan yg hampir setiap hari kami lakoni.   Maklum merokok di larang di dalam kawasan pabrik sangsinya lumayan, bahkan bisa berujung di PHK.

Namun di sela sela canda tawa timbul pertanyaan dari salah satu kawan,

“Mengapa akhir akhir ini tidak ada lemburan ?”

“Mengapa beberapa bulan belakangan ini banyak karyawan yang di putus kontraknya ?”

“Apakah ini tanda tanda kondisi bahwa hantu PHK ini juga akan menghampiri perusahaan tempat kita bekerja?”

Apalagi sudah ada berita banyak nya PHK terutama di sektor jasa dan perdagangan tidak menutup kemungkinan akan merembet ke sektor produksi.

Ada lagi salah satu pekerja dengan mimik serius bertanya juga, apa sebab nya tiba tiba timbul musim PHK seperti tahun ini  bahkan FSPMI mengkampanye kan Darurat PHK ?

Tanpa di komando seorang pekerja menjelaskan PHK terjadi karena sifat alami kaum perusahaan ingin meraih keuntungan yang sebesar besarnya, sehingga terjadi persaingan hebat sesama pengusaha. Mereka menciptakan tehnologi  untuk memperkecil biaya produksi  dengan semurah murah nya, tanpa mempedulikan kebutuhan masyarakat.   Akibatnya terjadi kelebihan barang produksi,  perusahaan kuat memakan yang lemah. Konsekuensinya perusahaan yang kalah dalam persaingan,mereka mem PHK kaum pekerja untuk menghindari kebangkrutan.

Hal ini di perparah tindakan pemerintah  yang memperlemah daya beli masyarakat dengan menggadaikan keringat dan air mata rakyat demi kekuasaan  golongan yang di topang kaum perusahaan Besar. Mencabut Subsidi Listrik, BBM, serta menekan Upah kaum Buruh semurah murah nya melalui PP. 78 tahun 2015 dan mengeluarkan Perpu Ormas nomor 02 tahun 2017 untuk meredam gejolak perlawanan Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia.

Kemudian pernyataan ini di sambut oleh pekerja yang lainnya, kalaupun PHK ini menerpa kita setidak tidak ada tempat berlindung dan berjuang yaitu FSPMI. Tapi bagaimana nasib pekerja yang belum berserikat setidak tidak nya dengan adanya momentum darurat PHK ini sebaik nya para pekerja yang belum berserikat bersatu dalam serikat pekerja sebelum badai PHK menyapu pekerja. Seperti pepatah sedia payung sebelum Hujan.

Tak terasah lonceng pabrik meraung raung menandakan waktu istirahat sudah berakhir,  dari seberang pabrik terdengar sayup sayup suara sirene memanggil  kami untuk kembali bekerja menutup segala canda tawa dan diskusi hari ini.

I Love ber FSPMI

Penulis : Kardinal
Editor : Jim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *