Tegal, KPonline-Selenggarakan audiensi di ruang rapat Sekda Pemkab Tegal pada Jumat (15/11), Organisasi serikat pekerja Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ditemui oleh Pj Bupati Tegal Agustyarsyah dengan didampingi oleh Staf Ahli Nur Hafidz, Asisten Perekonomian dan pembangunan Joko Kurnianto dan Kepala Dinas Perindustrian, Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disperintrasnaker) Riesky Trisbiantoro.
Dalam audiensi, FSPMI meminta atensi langsung dari Pj Bupati untuk turut memperjuangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Tegal yang dianggap masih sangat jauh dari layak.
Usai audiensi, Agustyarsyah menjelaskan bahwa pihaknya berupaya serius mendorong, menaikkan upah buruh dengan layak.
“Saya pikir bisa, kita perjuangkan ini, kalau berdasarkan data ini bisa kita dorong,” katanya.
Bahkan, Agustyarsyah optimis Kabupaten Tegal bisa menjadi model di Karisidenan Pekalongan, bagaimana upah buruh bisa dinaikkan tapi para investor dan pengusaha tidak terganggu.
Dan menurutnya, harus pemerintah yang di depan, tidak bisa federasi atau serikat buruh yang didepan. Karena ini berkaitan dengan bagaimana meyakinkan investor tetap disini berinvestasi dengan baik dan pekerja bisa hidup layak.
Kemudian, saat disinggung hasil persidangan Judicial Review uji materiil UU cipta kerja yang dilakukan Partai Buruh di Mahkamah Konstitusi (MK), Agustyarsyah sangat sependapat bahwa pihaknya akan berpedoman dengan hasil putusan MK.
“Tinggal diperkuat di data, kita gandeng BPS juga, jadi apa yang kita sampaikan punya argumen yang cukup kuat. Insya Allah saya optimis bisa kita perjuangkan,” ujarnya.
Selanjutnya, saat ditanya berapa kenaikan UMK yang ideal di Kabupaten Tegal, Agustyarsyah menyampaikan, kenaikan pada angka 8 hingga 10 persen, hal ini dipertimbangkan agar tidak menimbulkan gejolak pada faktor lain.
Dikesempatan yang sama, Koordinator FSPMI Dedi Suprianto mengungkapkan bahwa upah saat ini adalah Rp2.190.000 dan itu masih sangat minim.
Dikatakan Dedi, pihaknya sudah melakukan survey kebutuhan hidup layak (KHL) yang mana pada Permenaker No 18 Tahun 2020 terdapat 64 item KHL.
“Kita sudah melakukan survey di Pasar Kemantran, Pasar Trayeman dan Pasar Suradadi yang mana hasil survey tersebut KHL di Kabupaten Tegal adalah 3,5 persen, itu kan masih sangat jauh dari aktual yang diterima,” ujar Dedi.
Sehingga menurut Dedi, dengan besarnya upah yang diterima buruh di Kabupaten Tegal saat ini hanya untuk sekedar hidup, belum mencapai kebutuhan yang layak.
“Aktual upah yang diterima buruh di Kabupaten Tegal hanya Rp 90.000 – Rp 100.0000 per hari, dalam konsep kebutuhan hidup yang layak ada parameternya, misalkan kelayakan makan daging dalam 1 bulan adalah 0,75 kilogram faktanya, makan daging hanya pada lebaran kurban saja, itu fenomena yang sesungguhnya dilapangan,” tuturnya.
Dede menambahkan pada audiensi tersebut, Pj Bupati juga mengarahkan untuk menghindari stunting. Artinya, kata dia, ini sudah menyangkut anak dari buruh, sedangkan upah minimum itu hanya untuk buruh lajang.
“Pj Bupati menyampaikan kekhawatirannya terkait stunting, itu artinya masih jauh dari aktual yang ada. Saya berharap ini bisa direalisasikan, tidak hanya secara lisan tapi juga bisa disampaikan secara kebijakan,” tandas Dedi.
Dedi menambahkan, sesuai standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) ada 122 item komponen KHL. Sementara di Indonesia hanya 64 item dan itu pun belum dilaksanakan seluruhnya oleh pemerintah.
“Sesuai dengan hasil survey independen kami dari 64 item di 3 pasar tersebut, rata-rata upah yang harus diterima adalah Rp 3,6 juta per bulan. Sedangkan aktualnya saat ini buruh hanya menerima upah Rp 2,190 juta per bulan sehingga ini belum bisa dikatakan buruh layak itu masih jauh banget,” katanya.
“Kami berharap dari hasil survey yang sudah kami lakukan yakni upah Rp 3,6 juta per bulan bisa direaliasikan, agar buruh di Kabupaten Tegal bisa menempati hidup yang layak,” pungkasnya.
Foto: Muazim Hidayat (Jim)