Tolak UMP 2018, Ini yang Akan Dilakukan Buruh

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2018 yang naik menjadi 3.64 juta. Berdasarkan hitungan KSPI, UMP sebesar 3,64 juta tidak bisa menutupi kebutuhan hidup di Jakarta.

Dalam hitungan sederhana, kebutuhan makan di Jakarta untuk sekali makan dengan menu sederhana adalah Rp 15.000. Jika sehari makan 3 kali, maka selama sebulan dibutuhkan angggaran Rp 1.350.000. Untuk membeli air minum (air mineral, teh manis) sebesar Rp 158.000, sewa rumah Rp 850.000, bayar listrik Rp 400.000 dan untuk transportasi sebesar Rp 700.000 (ongkos ke pabrik dan bersosialisasi PP).

Baru kebutuhan di atas, totalnya adalah Rp 3.458.009. Jika upah buruh Rp 3.640.000, maka tersisa Rp 182.000. Ini kebutuhan lajang (1 Orang), padahal sebagian besar buruh harus memenuhi kebutuhan keluarganya (suami/istri dsn anak).

“Dapatkah buruh hidup dengan uang Rp 182.000 per bulan untuk beli pakaian, sepatu, pulsa, jajan, uang sekolah anak, biaya kesehatan kalau jaga orang tua sakit dll, serta memenuhi berbagai kebutuhan lain bersama keluarganya?” Demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal, Kamis (16/11/2017).

Mulai 2018 bisa di pastikan buruh akan nombok berkisar Rp 500.000 perbulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jelas penetapan UMP DKI ini, menurut buruh slogan Anies–Sandi berubah menjadi “maju kotanya, bahagia orang kayanya, dan sengsara buruhnya”.

Untuk menyuarakan penolakan ini, menurut Said Iqbal, buruh Jakarta akan kembali melakukan aksi ke Balai Kota.

“Ini kita sedang melakukan konsolidasi. Rencananya minggu depan buruh akan kembali melakukan aksi ke Balai Kota yang akan diikuti seribuan orang,” kata Said Iqbal.

Selain melakukan aksi, buruh juga akan mengajukan gugatan terhadap UMP DKI Jakarta tahun 2018 ke PTUN. Diketahui, buruh juga pernah menggugat UMP 2017 dan PTUN memenangkan gugatan buruh.

“Jika PTUN kembali memenangkan buruh, kami berharap Gubernur DKI Jakarta tidak mengajukan banding dan bersedia merevisi UMP 2018,” katanya.

Selain itu, Said Iqbal juga meminta agar Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DKI Jakarta segera dibahas. Buruh berharap, dalam menetapkan UMSP nilainya akan lebih baik dari nilai upah minimum sektoral UMSK 2018 di bekasi dan karawang serta tidak memakai PP 78.

“Jangan lagi membohongi buruh untuk kedua kalinya,” kata Said Iqbal.

Di berbagai daerah, dalam seminggu terakhir buruh juga melakukan aksi unjuk rasa untuk mengawal penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Aksi dilakukan di berbagai Kab/Kota seperti Tangerang, Cilegon, Serang, Semarang, Bogor, Bandung, Subang, Mojokerto, Sidoarjo, Medan, Batam, dan sebagainya.

Said Iqbal menilai, pokok pangkal permasalahan perburuhan dan kesejahteraan rakyat adalah para pemimpin negeri ini yang mengingkari janji politiknya. Salah satunya adalah dengan menerbitkan PP 78/2015 yang berorientasi pada upah murah.

“Padahal saat kampanye presiden Jokowi yang tertuang dalam Piagam Marsinah berjanji mewujudkan kerja layak, upah layak, dan hidup layak,” pungkasnya.

Poros istana-balaikota sama saja telah berbohong mengingkari janjinya kepada buruh dan rakyat kecil.