Teror Perppu Ormas Menghantui Sejumlah Organisasi

Jakarta, KPonline – Kuasa hukum Persatuan Islam (Persis), Muhammad Mahendradatta, mengatakan bahwa “Sejak terbitnya perppu a quo secara faktual telah menyebabkan teror di kalangan anggota dan pengurus Persis.”

Oleh karena itu, Persis menggugat Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Persis khawatir terjebak dalam konstruksi hukum yang ada dalam Perppu tersebut.

Menurut Mahendradatta, tugas Persis selama ini adalah menyebarkan dakwah Islam yang sesuai Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup.

Sebagai ormas Islam, Persis memiliki asas organisasi yang berdasarkan syariat Islam. Dimana salah satu frasa dalam Perppu Ormas ada yang bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Tepatnya yaitu pasal 59 yang berbunyi ‘Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila’.

“Apakah asas Islam juga paham lain yang bisa dianggap mengancam Pancasila?” Ucapnya.

Terkait kerugian konstitusional yang berpotensi akan dialami oleh Persis, dia menyebut, sebagai ormas yang berlandaskan Islam, tentu ada beberapa fatwa dari yang dianggap mereka sejalan dengan Al-Quran. Beberapa fatwa yang sudah mereka keluarkan antara lain, Persis mendakwah bahwa upacara sesajen, tahlilan, tujuh bulanan, adalah termasuk perbuatan yang harus ditinggalkan oleh umat Muslim.

Persis juga memfatwakan bahwa khusus masyarakat Muslim, haram memilih pemimpin non-muslim. Kemudian, Persis senantiasa mengingatkan umat agar tidak mengumbar aurat di muka umum..

“Itu akan dipersepsikan menyebut menyebarkan permusuhan dan kebencian. Dengan demikian ada rasa kekhawatiran dakwah yang terbuka itu sebagai tindakan menyebar kebencian,” tutup Mahendradatta.

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menyatakan akan mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas ini. Bedanya, Said Iqbal menganggap bahwa Perppu ini.

Said Iqbal menyoroti aturan mengenai ormas tidak boleh mengganggu ketertiban, dan tidak boleh melontarkan ujaran kebencian terhadap pemerintah.

Padahal aksi yang kerap digelar buruh, mahasiswa, petanu maupun organisasi masyarakat sipil lainnya, rawan sekali disalah tafsirkan oleh pemerintah.

“Kalau kita kritik pemerintah, kita tolak upah murah, kita anggap kebijakan pemerintah pro pemilik modal, apa itu ujaran kebencian?” tanyanya.

“Saya percaya perppu ini dikeluarkan untuk membungkam suara-suara kritis, untuk pemerintah melindungi kepentingan pemodal, HTI cuma salah satunya saja, tujuan utamanya itu melindungi pemilik modal,” kata Said Iqbal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *