Sekretaris Jenderal ITUC Asia Pacific : Jika Pekerja Tidak Bersatu, Dunia Tidak Akan Jadi Lebih Baik

Suasana Rakernas KSPI yang diselenggarakan di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat.\Kahar S. Cahyono

Jakarta, KPonline – Berbicara dalam seminar internasional yang diselenggarakan bersamaan dengan Rakernas KSPI, Sekretaris Jenderal ITUC Asia Pacific Shoya Yoshida menyampaikan pandangannya terkait dengan dinamika ketenagakerjaan di Asia Pacific.

Dalam kesempatan itu, Shoya Yusida menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

Bacaan Lainnya

Pada bulan Desember 2016, ILO menyelenggarakan Deklarasi Bali yang diadopsi oleh Pertemuan ke 16 ILO Regional Asia Pasifik yang berlangsung di Bali, Indonesia, mengidentifikasi tantangan di region AP sebagai berikut: Jutaan pekerja dan keluarganya masih hidup dalam kemiskinan yang luar biasa, lebih dari 1 miliar pekerja berstatus pekerjaan tidak tetap, ketimpangan pendapatan meningkat, pengangguran anak muda terus menerus tinggi, perempuan tetap tidak beruntung di pasar kerja dan kesenjangan upah gender masih cukup tinggi, jumlah pekerja migran, pengungsi meningkat tajam, masih ada Pekerja anak dan kerja paksa, jutaan orang atau milyaran orang masih bekerja di ekonomi informal yang hanya menyediakan pekerjaan berpenghasilan rendah tanpa perlindungan sosial yang memadai, dan banyak pekerja menghadapi defisit pekerjaan yang layak dan kesenjangan antara kaya dan miskin semakin melebar.

Tetapi masalahnya bukan tantangan-tantangan tsb yang menghalangi kita. Kita semua memahami bahwa tantangan tsb dapat diatasi hanya jika semua pemangku kepentingan yang relevan, terutama pekerja dan serikat pekerja, bersuara, berdiskusi, dan melakukan aksi bersama. Namun, mekanisme atau tata kerja seperti itu tidak berfungsi atau bahkan tidak ada di banyak negara di region kita.

Sekretaris Jenderal ITUC Asia Pacific Shoya Yoshida, saat berbicara di Rakernas KSPI, Sabtu (28/4/2018)./Kahar S. Cahyono

Banyak negara di kawasan AP masih melarang serikat pekerja untuk mengorganisir pekerja di industri utama/penting, pelayanan publik, dan zona pemrosesan ekspor. Pemerintah di region ini masih melakukan interfensi berlebihan dalam pendaftaran serikat buruh, atau mengatur dan membatasi kegiatan yang sah atau bahkan keberadaan serikat pekerja berdasarkan aturan lokalnya. Meskipun Konvensi ILO 87 dan 98 merupakan dasar bagi pemerintah untuk sepenuhnya menghormati kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama dalam undang-undang nasional, tingkat ratifikasi kedua Konvensi tsb di Asia Pasifik jauh lebih rendah daripada di Afrika atau di Amerika Latin.

Indonesia telah meratifikasi semua 8 konvensi ILO yang inti, termasuk Konvensi 87 dan 98. Namun, ketentuan-ketentuan dari Konvensi ini masih belum sepenuhnya diterapkan dalam undang-undang dan praktik nasional. Saya langsung teringat tentang pembubaran dan tindakan kekerasan terhadap demo yang sah oleh polisi dan tentara

Hubungan Industrial yang Konstruktif

Serikat pekerja adalah institusi penting dari distribusi pendapatan yang adil melalui perundingan kerja bersama, dan mekanisme re distribusi melalui reformasi kelembagaan dengan mobilisasi politik. Dialog sosial yang efisien berdasarkan kepercayaan yang setara di berbagai tingkatan merupakan komponen mendasar menuju kerja yang layak untuk semua dan instrument dalam keberlanjutan bisnis, yang pada akhirnya akan menguntungkan pekerja dan ekonomi nasional.

Suasana Rakernas KSPI, Sabtu (28/4/2018)./Kahar S. Cahyono

Pada Konferensi terakhir ITUC-AP di Kochi, India tahun 2015, kami mengadopsi resolusi tentang “hubungan industrial konstruktif”. Hubungan industrial konstruktif adalah bentuk dialog sosial yang didasarkan pada saling percaya antara pengusaha dan serikat pekerja di berbagai tingkatan sebagai komponen mendasar menuju kerja yang layak untuk semua dan instrument dalam keberlanjutan bisnis, yang pada akhirnya akan menguntungkan pekerja dan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Hubungan industrial konstruktif hanya dapat dibangun atas dasar pengakuan penuh dan kerja serikat pekerja sesuai dengan Konvensi Inti ILO dan kesejahteraan umum, dan dalam iklim politik yang stabil adalah mitra sosial untuk bekerja tanpa takut. Sementara serikat pekerja memahami pentingnya untuk memahami kebijakan ekonomi makro dan kinerja perusahaan, pengusaha memahami bagaimana upah dan kondisi kerja lainnya dari karyawan mereka mempengaruhi pendapatan dari keluarga dan pertumbuhan ekonomi negara.

Membangun Kekuatan Serikat Pekerja

Untuk tujuan ini, kita harus memperkuat tekanan pada pemerintah untuk menegaskan kembali pentingnya menciptakan iklim politik yang stabil sesuai dengan standar ketenagakerjaan inti ILO terutama kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama, di mana mitra sosial mengatur programnya sendiri tanpa takut akan tekanan2 pemerintah.

Pembicara Seminar Internasional yang diselenggarakan dalam Seminar KSPI, Sabtu (28/4/2018)./Kahar S. Cahyono

Kemudian, serikat pekerja harus lebih kuat. Serikat pekerja harus lebih kuat dalam mengadvokasi suara pekerja dan keluarganya agar tercermin dalam kebijakan publik. Serikat pekerja harus lebih kuat untuk bernegosiasi dengan lebih baik demi upah yang lebih baik dan kondisi kerja lainnya.

Bagaimana? Kita punya kekuatan pekerja. Serikat pekerja hanya bisa lebih kuat dengan mengorganisir lebih banyak anggota. Pekerja bergabung dengan pekerja lainnya membentuk serikat pekerja yang dilengkapi dengan kekuatan yang setara dengan pengusaha dan pemerintah.

Tidak ada yang bisa membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik oleh dirinya sendiri. Itu sebabnya kita perlu saling terhubung satu sama lain. Dan, saya pikir “terhubung satu sama lain” itu sendiri adalah elemen universal dari kerja yang lebih baik di masa depan. Seperti yang disarankan oleh tema Kongres Dunia ke-3 Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) pada tahun 2014, “Membangun Kekuatan Pekerja,” jika pekerja tidak bersatu, dunia tidak akan menjadi lebih baik.

Pos terkait