Sebut Luhut Ngawur, Buruh Tetap Tuntut Upah 2026 Naik Minimal 8,5 Persen

Sebut Luhut Ngawur, Buruh Tetap Tuntut Upah 2026 Naik Minimal 8,5 Persen

Jakarta,KPonline, – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut desakan kenaikan upah minimum di kisaran 8,5 persen hingga 10,5 persen, harga mati. Angka itu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2024.

“Formulanya hanya satu, yaitu berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. Tidak ada formula lain,” tegas Said Iqbal di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Ia menilai, pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan yang mengusulkan formula baru di luar putusan MK, sebagai bentuk penyimpangan dari dasar hukum.

“Ngawur (Luhut Binsar Pandjaitan). Tidak ada formula lain kecuali keputusan MK Nomor 168 Tahun 2024, titik, tidak pakai koma,” ujarnya keras

Dia mengatakan, kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh, berpatokan kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dalam hukum tata negara, putusan itu kedudukannya sama dengan undang-undang, semenjak dibacakan.

Said Iqbal memaparkan, perhitungan resmi menggunakan data BPS menunjukkan inflasi pada Oktober 2024 hingga September 2025, sebesar 2,65 persen, pertumbuhan ekonomi 5,12 persen. Serta, indeks tertentu berada di kisaran 1,0– 1,4.

Berdasarkan formula itu, kenaikan yang sah secara hukum adalah sekitar 8 persen, dan KSPI-Partai Buruh mengusulkan 8,5–10,5 persen sebagai ruang negosiasi wajar.

“Permintaan 8,5 persen tidak mengada-ada. Ini hasil perhitungan berdasarkan hukum dan data BPS, bukan akal-akalan. Kalau ada pejabat yang bilang jangan dengar serikat buruh, itu membodohi Presiden,” ujar Said Iqbal.

Sebelumnya, Luhut mengaku sudah melapor kepada Presiden Prabowo Subianto terkait rumus atau formula kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026.

Ia meminta Prabowo tidak disetir oleh segelintir organisasi buruh. Semestinya, pemerintah memperhatikan kesejahteraan pekerja di Indonesia dengan tetap berbasis data.

“Saya bilang ke Presiden, ;Pak, kenapa kita harus diatur sama organisasi buruh? Kita kan mikirkan dia (buruh)’. Kalau dia (organisasi buruh) hanya mikirin dia, tidak mikirkan investor, ya susah. Jadi, harus ada ekuilibrium dan itu harus ketegasan kita semua,” kata Luhut di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Menurut Luhut, DEN telah menghitung formulasi besaran UMP dan telah melaporkannya kepada Prabowo. Formulasi itu mengacu pada basis besaran kebutuhan hidup laik (KHL), serta mempertimbangkan masukan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan asosiasi pengusaha. (MP)