Satu Tubuh

Jakarta, KPonline – Aksi di tempat ini sudah beberapa kali dilakukan. Ketika saya hadir, kemarin, adalah aksi yang kelima kalinya.

Tuntutannya pun masih sama. Mendesak agar pekerja PLTU di Cilacap yang di PHK segera dipekerjakan kembali.

Sebenarnya bukan hanya pekerja PLTU yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi ini. Tetapi juga terjadi di banyak tempat. Bahkan ada yang menyebut, sudah belasan juta orang yang kehilangan pekerjaan.

Selain di tempat ini, dalam waktu yang hampir bersamaan juga ada aksi di beberapa perusahaan. Sebut saja di Bekasi, Jakarta, Medan, Lampung, Surabaya, dan sebagainya.

Ini bukan saja musim Corona. Tapi juga musim PHK.

Bukan hanya kesehatan yang menjadi taruhan. Tetapi juga badai ekonomi yang membuat kita tak berdaya.

Tidak heran jika sebagian serikat pekerja menjadikan isu PHK sebagai isu utama. Bahkan digunakan sebagai sindiran. Mencegah agar buruh tidak di PHK aja nggak sanggup, gimana mau menciptakan lapangan kerja.

Itu merujuk pada pembahasan RUU Cipta Kerja (omnibus law) yang jalan terus.

Konon katanya, beleid ini untuk mendongkrak ketersediaan lapangan kerja. Tetapi dalam kajian banyak elemen, cipta kerja yang dimaksud hanyalah fatamorgana.

Pun sebenarnya bukan omnibus law yang dibutuhkan. Saat ini, yang lebih urgent untuk ditangani adalah darurat PHK yang sudah di depan mata. Juga penanganan covid-19 yang belum tuntas.

Kemarin saya hadir untuk bersolidaritas dalam aksi di kantor pusat PT D&C Engineering Company itu. Dari Balaraja, saya naik angkutan umum ke Grogol.

Saya cek google map. Dari Grogol, lokasi aksi itu berjarak 30 menit jalan kaki.

Siang itu saya memilih jalan kaki. Melewati depan kampus Trisakti, Rumah Sakit Sumber Waras, ITC Roxy, lurus terus hingga ke Jl Cideng Barat.

Trotoar lumayan luas. Pun rindang karena banyak pepohonan. Banyak pengemudi ojeg online yang mangkal di sana. Juga pedagang kaki lima.

Ketika berhenti untuk membeli air minum, saya bertanya apakah jualannya sudah lama. Dia jawab baru benerapa minggu yang lalu buka lagi. Saat Jakarta menerapkan PSBB yang pertama itu, dia tak bisa jualan. Artinya, tidak ada pemasukan.

Jika minggu depan PSBB kembali diberlakukan, entah apa yang akan terjadi pada mereka. Untuk kedua kalinya, perekonomian keluarganya akan terpukul.

Padahal, ibaratnya, ia baru saja tertatih untuk bangkit kembali.

Bagi saya, aksi ini menjadi penting. Di sana ada sikap. Orang-orang datang dengan membawa narasi, bahwa PHK harus diakhiri.

Uniknya, siang itu buruh yang menjadi korban PHK tidak ada yang hadir. Sebab mereka berada di Cilacap sana.

Namun hal itu bukanlah persoalan. Solidaritas bisa datang dari mana saja. Permasalahan di Cilacap, juga menjadi permasalahan serikat di mana pun tempat.

Ibarat satu tubuh. Jika satu bagian tersakiti, bagian yang lain juga merasai.

Peserta aksi pun bergilir. Yang sebelumnya sudah datang, kemarin itu gantian yang lain. Dengan jumlah PUK di Jabodetabek saja yang mencapai ratusan, melakukan aksi berkesinambungan seperti ini saya rasa tidak memberatkan.