Jakarta, KPonline-Ada yang berbeda di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79 yang diselenggarakan di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada tahun ini. Di tengah barisan kehormatan yang biasanya diisi oleh TNI, Polri, dan berbagai organisasi kenegaraan, hadir satu barisan yang menjadi perhatian tersendiri, yaitu pasukan buruh berseragam merah-hitam beratribut lengkap bernama Garda Metal, salah satu pilar militan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Mereka bukan datang sebagai penonton. Mereka bukan hadir sekadar simbol. Mereka ada sebagai bagian dari upacara kenegaraan. Dan kehadiran itu bertanda sebagai bentuk pengakuan, keterlibatan, serta sinergi antara rakyat pekerja dan institusi negara.
Dan itu, mengukir sejarah baru. Tidak hanya dikenal di jalanan dalam unjuk rasa memperjuangkan hak-hak buruh, kini FSPMI juga diakui dan diberi tempat dalam momen sakral kenegaraan.
Keterlibatan ini pun menjadi sinyal bahwa negara mulai membuka ruang yang lebih luas kepada kekuatan rakyat sipil, termasuk serikat pekerja, untuk ambil bagian dalam proses kebangsaan.
“Ini adalah bentuk pengakuan dan penghormatan. Negara mulai melihat buruh bukan hanya sebagai objek kebijakan, tetapi juga subjek yang berperan dalam stabilitas nasional,” ujar Panglima Koordinator Nasional (Pangkornas) Garda Metal, Supriyadi Piyong saat diwawancarai di lokasi acara. selasa, (1/7).
Lebih lanjut, Supriyadi yang juga merupakan salah satu pengurus Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) FSPMI PT Hino Motors Manufacturing Indonesia mengatakan bahwa keterlibatan Garda Metal dalam upacara tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan momentum membangun kepercayaan dan komunikasi dua arah antara kekuatan sipil dengan pemerintah.
Sebelumnya, sepekan menjelang HUT Bhayangkara, ratusan anggota Garda Metal dari berbagai daerah berkumpul di Jakarta. Mereka mengikuti latihan dan gladi resik bersama satuan dari Kepolisian Republik Indonesia. Setiap hari, mereka dilatih berbaris, mengikuti aba-aba protokol upacara, dan menjaga kekompakan formasi.
“Baru kali ini saya merasakan baris-berbaris selama seminggu penuh dengan jadwal seperti aparat. Tapi kami bangga. Ini pengalaman luar biasa,” kata Erik Santoso, Panglima Koordinator Daerah Garda Metal Purwakarta.
Menurut Erik Santoso, latihan ini bukan hanya soal gerakan tubuh atau barisan yang rapi, melainkan proses transformasi mental, dari militansi jalanan menuju kedisiplinan dan keterlibatan dalam acara resmi negara.
Garda Metal dikenal sebagai pasukan yang tangguh, disiplin, dan loyal dalam mengawal perjuangan kaum buruh. Mereka bukan organisasi kekerasan, melainkan barisan pengawal nilai-nilai keadilan dan keberanian. Citra ini yang menjadikan mereka dipercaya untuk tampil sebagai bagian dari rangkaian kehormatan di perayaan Bhayangkara.
Dan itu, bertanda bahwa kehadiran mereka di HUT Bhayangkara Ke-79 sebagai perwakilan dari serikat pekerja tidak lagi bisa diabaikan.
“Serikat pekerja hadir, serikat pekerja dilihat, dan serikat pekerja diakui. Ini bukan akhir, tapi awal dari sinergi baru antara gerakan buruh dan institusi negara. Selain itu, menandai transisi penting dalam perjuangan buruh. Dimana, dari sekadar memprotes, mereka kini menjadi mitra aktif dalam pembangunan bangsa,”
Ketika Garda Metal yang merupakan bagian dari salah satu pilar gerakan buruh FSPMI ikut mengawal HUT Bhayangkara, menegaskan sinyal penting dari Garda Metal (FSPMI) bahwa keadilan harus sampai kepada buruh, bukan hanya dalam upacara, tapi juga dalam kebijakan.
FSPMI bukan organisasi baru. Sejak berdiri pada tahun 1999, federasi ini telah terlibat dalam berbagai aksi besar menentang ketidakadilan, mulai dari penolakan upah murah, sistem outsourcing yang eksploitatif, hingga kebijakan Omnibus Law yang dianggap merugikan pekerja.
Garda Metal pun lahir sebagai pilar pengawalan, bukan hanya fisik tetapi juga ideologis. Anggotanya dikenal militan, berani, dan siap turun ke jalan demi membela hak-hak kolektif. Dalam catatan sejarah gerakan buruh modern, Garda Metal tercatat aktif dalam setiap aksi nasional dan regional.
Dan dalam beberapa tahun terakhir, FSPMI juga menunjukkan kematangan politik dan sosial. Mereka tidak hanya menuntut, tetapi mulai membuka ruang dialog, menjadi bagian dari tim perumus kebijakan, serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk institusi negara seperti kepolisian.
Keterlibatan dalam HUT Bhayangkara menjadi puncak dari proses panjang transformasi tersebut.