Rekomendasi Tak Digubris, Buruh Jateng Siapkan Perlawanan yang Lebih Besar

Semarang, KPonline – Sekurangnya 13 federasi serikat pekerja se-Jawa Tengah siang tadi melakukan pengawalan rapat pleno dewan pengupahan Provinsi Jawa Tengah di depan gedung Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah di Jl. Pahlawan No.16 Kota Semarang, Kamis (11/10/2018).

Ketiga belas federasi buruh tadi meliputi FSPMI, KSPN, FSP FARKES, FSP KEP, FSP KAHUTINDO, SPI, SPN, Aspek Indonesia, SPSI, SBSI Hukatan, FSPLN, SPRI dan FSPNB yang tersebar se Jawa Tengah diantaranya Kabupaten dan Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Solo Raya, Magelang, Boyolali, Cilacap, Kudus, Demak dan juga Jepara.

Sebelumnya dikabarkan, bahwa mereka telah mendirikan tenda keprihatinan buruh selama kurang lebih 17 hari, efek dari dibubarkannya rapat koordinasi pengupahan di Hotel Grand Hap Surakarta pada Senin (24/9) bulan lalu akibat kaburnya Dirjen Pengupahan meninggalkan acara sebelum waktunya.

Rapat pleno ini di selenggarakan di ruang Pulang Pisau lantai 4 Kantor Disnakertrans Provinsi Jateng. Dari perwakilan serikat pekerja hanya dihadiri tiga orang wakilnya di dewan pengupahan provinsi yakni Ir. Sumanta, Suyitno, SH dan Wahono, SH, sementara tiga orang lagi dari unsur buruh absen.

Hasil rapat pleno dewan pengupahan di sampaikan langsung oleh Kepala Disnakertrans Provinsi Jateng, Dra. Wika Bintang, MM atas desakan para buruh.

Dari unsur buruh menyampaikan tiga poin yang diharapkan menjadi hal penetapan upah tahun 2019 yakni: Mengusulkan hasil rekomendasi unsur serikat pekerja/serikat buruh pada Rakor Pengupahan Tahun 2018 di Solo sebagai dasar penetapan UMK tahin 2019 di 35 Kabupaten Kota se Jawa Tengah; menolak PP Nomor 78 Tahun 2015; dan kenaikan UMK Tahun 2019 dari UMK 2018 sebesar 25%

Sementara dari unsur lainnya mengusulkan untuk sambil menunggu Peraturan Menteri agar menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015, dan demi kepastian hukumnya dan mengurangi keresahan segera meminta fatwa ke Mahkamah Agung, adapun fatwa dimaksud, terkait pasal yang mengatur upah minimum di PP Nomor 78 Tahun 2015 apakah dapat dibatalkan karena Peraturan Menterinya yang mengatur belum terbit.

Selain itu, juga mengusulkan dalam penetapan upah minimum Tahun 2019 tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 78 Tahun 2015).

Dari berita acara tersebut, buruh mengaku bahwa rekomendasi yang mereka sampaikan di Solo tidak di gubris. Rapat pleno tersebut dirasa masih mengambang.

“Belum ada kesepakatan disini, hasil rapat masih abu-abu. Harus terus di kawal sampai ke Gubernur,” ujar Ir. Sumanta.

Dari pemaparan hasil rapat pleno tersebut, buruh mengaku sangat terpukul. Para buruh menyampaikan bahwa akan menguras kawasan kawasan industri apabila penetapan UMK Tahun 2019 nantinya tetap menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015, mereka juga akan mengkonsolidasikan diri di masing masing wilayah untuk mempersiapkan perlawanan yang lebih besar.

“Berpisah kita menyusun, bersatu kita memukul. Koordinasi terus, jangan lupakan perjuangan di Kota Kabupaten masing-masing. Perlawanan ditingkat Provinsi juga akan terus kita lakukan”, tegas Koordinator Lapangan, M Zainudin sebelum membubarkan massa. (Afg)