Mia, Perempuan yang Aktif di Serikat Pekerja

Serang, KPonline – Dari sekian banyak perusahaan yang berdiri di Indonesia, hal yang paling ditakuti oleh perusahaan bukan karena kena sanksi dari pemerintah tetapi adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang hadir di perusahaan.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh bagaikan momok yang menakutkan bagi mereka para pengusaha. Mengapa demikian, karena bagi mereka SP/SB adalah sebuah penghalang untuk meraup untung yang besar dan juga membayar upah yang rendah alias pengeluaran yang seminim-minimnya.

Itu dialami oleh perempuan kelahiran Jakarta tahun 1995, salah satu buruh Perempuan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Serang. Kusmiati Nurapriani namanya, perempuan yang akrab di kenal dengan panggilan Mia.

Mia adalah salah satu buruh perempuan FSPMI Kabupaten Serang yang aktif. Saat ini mia adalah salah satu pengurus PUK dibidang advokasi dan pembelaan di salah satu Pimpinan Unit Kerja (PUK) FSPMI Serang.

Awal dia bekerja pada tahun 2012, namun mulai tahu dunia serikat dan bergabung dengan FSPMI pada tahun 2016. Menurutnya setelah bergabung dengan FSPMI, pelan-pelan beberapa pelanggaran normatif yg dilakukan perusahaan mulai banyak perubahan dan bisa dirasakan hasilnya oleh dia pribadi dan anggota nya.

Seiring berjalannya waktu, kasus demi kasus pun tak bisa dihindarkan oleh pengurus dan anggotanya. Awal kasus yang di hadapi adalah berjuang membela teman-teman yang bermasalah status kerjanya sampai mendapat hasil yang cukup baik. Walaupun ada sedikit yang kurang baik karena ada penghianatan anggota memilih mundur dari keanggotaan Serikat Pekerja nya setelah mendapatkan hasil nya.

Tidak sampai disitu, dia pun sempat mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari manajemen di perusahaannya, dia dikucilkan, diintimidasi dan di diskriminasi dengan cara di rumahkan selama kurang lebih 6 bulan tapi gaji di bayar full setiap bulannya, setelah itu dia di panggil kerja kembali tetapi langsung di mutasikan selama 5 bulan ke daerah bogor, sampai pada akhirnya di bulan ke-6 harus ter PHK dgn alasan perusahaan yaitu efisiensi. Intinya dapat di simpulkan adanya union busting yg mana tidak boleh ada Serikat Pekerja (SP) di dalam perusahaan.

Saat ini, dia sedang mengurus kasusnya yang masih berjalan, sampai hari ini sudah 8x pertemuan (selama 2 bulan) untuk mmbicarakan penyelesaian masalahnya mau seperti apa, naim sampai saat ini belum ada titik terang.

Walaupun permasalahan atau kasus yang dia alami belum selesai, dia tak pernah menyalahkan semua yang terjadi karena keberadaan Serikat Pekerja (SP).

“Kalau bukan karena SP/SB, nggak akan merasakan kaya gini, dapat ilmu, pengalaman baru yang tidak akan di dapat ditempat lain, teman baru, relasi baru, bahkan undangan dari dinas pemerintahan provinsi Banten,” ungkap Mia di salah satu media sosialnya.

Sampai sekarang dia masih aktif dalam kegiatan organisasi, seperti halnya saat ini dia hadir mewakili Biro Perempuan FSPMI Serang dalam rangka menghadiri undangan langsung dari Dinas Pemerintahan Provinsi Banten dalam agenda temu teknis / sosialisasi pengawasan norma penghapusan diskriminasi tenaga kerja perempuan dalam pekerjaan dan jabatan selama 3 (tiga) hari sejak tanggal 8 – 11 oktober 2018. (Ayu)