Bekasi, KPonline – Hadirnya Omnibus Law RUU Cipta Kerja, menimbulkan gejolak dari berbagai kalangan, terutama kelas pekerja atau kaum buruh. Gelombang reaksi penolakan pun terus dilakukan, termasuk buruh di PT. Sanken Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Konsolidasi akbar pun mereka lakukan yang dilaksanakan pada Selasa (10/3) di Kantin Perusahaan dengan dihadiri ratusan buruh yang ingin mendengarkan dan mengetahui penjelasan mengenai apa itu Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dedy Supriyanto selaku Ketua PUK SPEE-FSPMI PT. Sanken Indonesia menyatakan, bahwa omnibus law itu sangat merugikan. Baik bagi kaum buruh dan juga elemen masyarakat yang lain.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini sangat merugikan untuk kaum buruh. Kemudian, FSPMI mengkaji dalam bentuk sandingan Draft RUU Cipta Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003. Dari hasil kajian tersebut, ada 9 poin yang menurut FSPMI sangat merugikan Buruh, antara lain:
1. Hilangnya Upah Minimum kabupaten/kota serta upah sektoral.
2. Hilangnya pesangon.
3. Pekerja Outsourching untuk semua jenis pekerjaan.
4. Pekerja dengan sistem kontrak tanpa ada batas waktu
5. Sistem jam kerja yang bersifat ekaploitattif
6. Hilangnya jaminan sosial bagi pekerja
7. Maraknya Penggunaan TKA untuk buruh kasar.
8. PHK yang dipermudah.
9. Dihilangkannya pasal pidana bagi pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan.
Selain itu, Dedy pun menambahkan bahwa Dosen atau guru juga akan terkena dampak dari Omnibus Law tersebut. Kemarin saya baca berita, jika RUU Cipta Kerja ini tidak mewajibkan Dosen atau Guru asing untuk sertifikasi. Padahal yang kita tahu, untuk menjadi guru atau dosen, kita harus mendapatkan sertifikasi terlebih dahulu. Setelah mendapat sertifikasi, baru boleh mengajar.
“Jadi bagi yang bercita-cita anak atau adiknya ingin menajadi guru atau Dosen. Ya harus menolak Omnibus Law,” imbuh Dedy.