Jakarta, KPonline – Polisi akan membubarkan warga yang berkerumun atau berkumpul. Kalau membandel dan tidak mengindahkan larangan untuk berkumpul, akan ditindak tegas. Bahkan dipidana.
Menurut pihak kepolisian, larangan ini adalah upaya untuk membatasi kegiatan penduduk dalam suatu wilayah. Mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi virus Covid-19.
Kita mendukung langkah tegas pemerintah untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Termasuk anjuran untuk bekerja dari rumah dan melakukan social distancing. Tetapi anjuran ini sulit dilakukan, kalau tidak ada kebijakan dari pemerintah untuk meliburkan pekerja atau melakukan lockdown.
Istilah lockdown bisa disamakan dengan “Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar”, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 6 Tahun 2018.
Dalam pasal 1 angka 10, disebutkan: “Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”
Menurut pasal 1 angka 11, disebutkan: “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”
Dengan kata lain, sudah ada perangkat hukum untuk memastikan agar ini berjalan efektif.
Di sinilah permasalahannya.
Bagaimana pembatasan ini dilakukan, kalau pabrik-pabrik masih harus berjalan? Dimana setiap harinya, ribuan pekerja masih harus datang ke pabriknya. Berjejalan di angkutan umum, berada di lokasi atau tempat kerja yang sama.
Apalah artinya pembubaran kerumunan, jika pabrik-pabrik tak dihentikan? Apakah pertimbangan ekonomi jauh lebih penting dari nyawa manusia?
Pada titik ini, seruan KSPI agar para pekerja mendapatkan proteksi atau perlindungan yang ekstra harus didengarkan pihak-pihak terkait. Jangan korbankan pekerja.