Peranan Serikat Pekerja dalam Upaya Realisasi Sustainable Development Goals (SDGs)

Oleh : Ahmad Maulana Nur Hidayat*

Berakhirnya Millenium Development Goals (MDGs) sejak akhir tahun 2015, tak lantas menyudahi ambisi terhadap pencapaian-pencapaian pembangunan bersama oleh masyarakat internasional. Terbukti dengan dilanjutkannya Tujuan Pembangunan Milenium yang ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin dari 189 negara di New York 15 tahun silam itu dengan sebuah agenda dan tujuan baru bernama Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB pada 21 Oktober 2015. SDGs sendiri kurang lebih berarti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dengan masa term selama 15 tahun ke depan hingga 2030 dan berisi 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dengan tenggat waktu yang ditentukan PBB.

Bacaan Lainnya

Tujuan-tujuan SDGs sendiri dijiwai oleh tuntutan kepemimpinan dunia  dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim dalam bentuk aksi dan program nyata. Kebanyakan target-target SDGs berada pada isu-isu kesejahteraan sosial dan masyarakat yang berkorelasi kuat dengan berbagai upaya yang mengarah pada pengadaan kesempatan kerja dan sumber pendapatan (upah) yang layak. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam rangka promosi program Decent Works for Sustainable Goals (DW4SD) di situs resminya , SDG’s tidak akan pernah dapat dicapai tanpa diwujudkannya pekerjaan yang layak bagi masyarakat dunia dan sebaliknya, maka agenda SDG’s dan Program Pekerjaan yang Layak (baca : DW4SD) sangat erat berhubungan dan saling menguatkan

Program DW4SD memiliki 10 indikator pencapaian yang dicanangkan oleh ILO diantaranya : terbukanya kesempatan bekerja bagi semua orang, upah yang memadai, jam kerja yang layak, keseimbangan antara pekerjaan, keluarga dan kehidupan personal, penghapusan pekerjaan tak layak, stabilitas dan keamanan dalam bekerja, kesetaraan hak dan perlakuan dalam bekerja, lingkungan kerja yang aman, jaminan sosial serta adanya wadah dialog pekerja dan pengusaha. Dalam penerapannya indikator-indikator tersebut begitu selaras dengan tujuan dan visi misi perjuangan dari Serikat Pekerja.

Dalam definisinya sendiri Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 menyebutkan bahwa tujuan adanya serikat pekerja adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Tidak terlihatnya pertentangan dalam tujuan Serikat Pekerja dengan indikator-indikator program DW4SD serta cenderung menjadi kepanjangan tangan dan eksekutor untuk mewujudkan program yang diusung ILO tersebut, secara tidak langsung menunjukkan Serikat Pekerja memberikan peranan nyata dalam realisasi SDGs, eksistensi Serikat pekerja yang berjuang sesuai dengan tujuan awalnya ikut andil dalam menyukseskan sebuah mega project pembangunan dunia dengan hajat hidup umat manusia sebagai tanggung jawab.

dalam track record sejarahnya, tercatat berbagai prestasi revolusioner di bidang ketenagakerjaan yang merupakan sumbangsih Serikat Pekerja. Tragedi demonstrasi Chicago 1886 yang menjadi inisiasi aturan 8 jam kerja, menjadi salah satu bukti nyata peranan itu, diikuti dengan berbagai tindak lanjut dan langkah-langkah strategis dalam upaya menekan dan mengawasi kebijakan pemerintah serta pengusaha. Hal tersebut, secara langsung menunjukkan eksitensi serikat buruh pada isu kesejahteraan masyarakat telah lama ada dan sejalan dengan misi kemanusiaan oleh komunitas dunia tanpa adanya pertentangan.

Dalam perspektif teori Revolusi, perserikatan buruh muncul dikarenakan munculnya kelas yang diciptakan oleh Industrialisasi. Dalam pandangannya, perjuangan serikat pekerja adalah perjuangan penghapusan “kelas-kelas” untuk mencapai kondisi ekonomi yang lebih merata bagi semua orang. Namun dalam prakteknya, “kelas-kelas” dengan kesenjangan ekstrem masih tetap ada dan menjadi pemicu berbagai permasalahan Global. Sebut saja kemisikinan dan kelaparan, permasalahan itu tidak lebih dari efek samping adanya perbedaan kelas satu sama lain. di Indonesia, “kelas-kelas” itu pada kajian ketenagakerjaan terwujud dalam perbedaan Upah Minimun yang ekstrem di tiap-tiap daerah.

Indonesia sebagai salah satu negara yang juga ikut terlibat pada deklarasi SDGs, turut mengapresiasi  inisiatif program DW4SD yang diambil oleh ILO sebagai salah satu upaya realisasi SDGs. Menaker Hanif Dhakiri mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen memajukan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dari SDGs. Namun pada kenyataanya, masih banyak ditemukan kebijakan pemerintah yang kontra terhadap semangat kesejahteraan yang diusung ILO melalui DW4SD, seperti disahkannya PP No. 78 tahun 2015, kelonggaran terhadap masuknya TKA ke Indonesia dan tidak tegasnya pengawasan terhadap perusahaan nakal yang bermain-main dengan regulasi demi profit tetapi mengorbankan hak para pekerjanya. Di situlah muncul peranan besar Serikat Pekerja sebagai komunitas penekan yang kritis dan supervisi atas suatu kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia, dengan satu misi peningkatan kesejahteraan masyarakat pekerja dan secara tidak langsung ikut berupaya menyukseskan agenda besar dunia dalam SDGs.

*(Ahmad Maulana Nur Hidayat, Mahasiswa FISIP prodi Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim Semarang, Anggota FSPMI Semarang & Kontributor Media Perdjoeangan Jawa Tengah)

 

Pos terkait