Peran Kaum Buruh Perempuan di Mata Obon Tabroni

Bogor, KPonline – Peranan perempuan dalam pergerakan dan perjuangan kaum buruh tidak dapat dipandang sebelah mata. Kaum perempuan laksana oase yang menyejukkan dikala pasang surut eskalasi perjuangan kaum buruh saat ini.

Dominasi kaum perempuan di sektor industri elektronik dan elektrik, menjadikan sektor tersebut, menjadi motor pergerakan kaum buruh perempuan. Dan tentu saja, tanpa mengesampingkan peran kaum buruh perempuan lainnya, di masa depan pergerakan kaum buruh perempuan bisa jadi penentu sebuah kebijakan.

Sebelum dimulainya Refreshing Course Women Leadership, Media Perdjoeangan berkesempatan mewawancarai Obon Tabroni. Pria asli Bekasi yang saat ini menjadi anggota Komisi IX DPR RI, banyak memberikan pencerahan yang bersinggungan dengan peran kaum buruh perempuan saat ini.

Rabu sore (20 November 2019), diteras Trainning Center FSPMI, Cisarua, Bogor, ditemani beberapa cangkir teh dan kopi, Obon Tabroni membuka pembicaraan santai tersebut dengan tema kepemimpinan kaum buruh perempuan.

“Saat ini di FSPMI, dominasi kaum buruh perempuan begitu kental. Karena mayoritas anggota FSPMI terbanyak dari kaum perempuan, terutama di sektor industri elektronik dan elektrik. Akan tetapi, kiprah kaum buruh perempuan di FSPMI belum menunjukkan eksistansinya secara utuh. Padahal dalam AD/ART FSPMI sudah jelas, bahwa keterwakilan kaum perempuan sebanyak 30% dalam setiap struktur organisasional harus ada. Akan tetapi, fakta dilapangan, angka 30% tersebut belum terpenuhi di tingkat-tingkat Pimpinan Unit Kerja, di tingkat Pimpinan Cabang. Padahal, permasalahan-permasalahan kaum buruh perempuan, merekalah yang lebih tahu dan lebih memahaminya,” tutur Obon Tabroni.

Ketua Umum Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI)-FSPMI ini pun menjelaskan, bagaimana kaderisasi kaum buruh perempuan saat ini masih menjadi kendala.

“Di FSPMI, kita tidak kekurangan calon pemimpin. Kaderisasi di FSPMI bukan terletak pada personalnya. Akan tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi terhambatnya atau menjadi kendala-kendala dalam perkembangan kaderisasi. Beberapa faktor hal-hal yang menjadi “penghambat” kaderisasi, biasanya berasal dari faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor budaya dan juga faktor-faktor lainnya,” lanjut Obon.

Soal kemampuan diri, kapabilitas dan kapasitas dalam organisasi serikat pekerja/serikat buruh, antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan tidak ada lagi keraguan.

“Di FSPMI banyak kader yang mempunyai kemampuan yang sama antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Dan tidak ada hubungannya dengan gender, akan tetapi lebih kepada personality orang tersebut,” lanjutnya.

Kedepannya, diharapkan akan lebih banyak lagi kader-kader pemimpin yang berasal dari kaum perempuan. “Langkah-langkah lebih lanjut sudah diupayakan dan dilakukan oleh organisasi. Soal perkaderan, jangan hanya bersifat kasuistik saja. Akan tetapi, kaderisasi itu harus terus berlanjut, pendidikan-pendidikan yang kontinyu dan satu hal yang juga cukup penting, yaitu kesempatan. Kesempatan untuk mengikuti pendidikan-pendidikan juga harus diberikan kepada kaum perempuan. Bahkan seharusnya, kesempatan dalam perkaderan organisasi harus “direbut” oleh kaum perempuan. Bukan dalam rangka persaingan dalam memperebutkan sebuah posisi, tetapi berlomba dan bersaing dengan sesama kaum perempuan agar keterwakilan kaum perempuan terus ada,” terang Obon.

“Selain mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan-pendidikan yang kontinyu, mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki, kaum buruh perempuan juga harus berani merebut posisi yang strategis. Misalkan menjadi Ketua PC atau masuk menjadi jajaran Pengurus DPP. Bahkan tidak ada larangan, jika kaum perempuan mencalonkan diri untuk menjadi Presiden FSPMI pada saat Kongres FSPMI yang akan datang. Kenapa nggak?” ujar suami dari Uun Marpuah ini.

Obon Tabroni pun berharap kepada para aktivis-aktivis buruh perempuan yang ada di FSPMI. “Jika nanti menjadi pemimpin, jangan lupa tentang “ke-FSPMI-an” yang selama ini terus kita jaga. Yaitu tentang sejarah berdirinya FSPMI, tentang solidaritas, tentang perjuangan, tentang kekeluargaan dan juga ciri-ciri khas yang melekat didalam FSPMI,” tegas Obon Tabroni. (RDW)