Jakarta, KPonline – Pemerintah berencana menghapus tunggakan Peserta BPJS Kesehatan sebanyak 23 juta atau setara iuran sebesar Rp 7,6 triliun untuk masyarakat miskin, dan pekerja sektor informal yang selama ini kesulitan untuk melunasi tagihan yang ada.
Kebijakan ini diharapkan bisa mengurangi beban masyarakat dan memastikan masyarakat dapat mendapatkan akses layanan kesehatan.
Rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini pun diungkap oleh Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar.
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir mengatakan kebijakan menghapus tunggakan bisa saja dilakukan. Namun, perlu ada landasan hukum yang kuat dalam mengaturnya.
Jamkeswatch KSPI mendukung penuh rencana niat baik pemerintah dalam menghapus tunggakan Peserta BPJS Kesehatan yang selama ini membebani masyarakat di kalangan kurang mampu.
Saat dikonfirmasi Koran Perdjoeangan, Direktur Eksekutif Jamkeswatch KSPI Daryus mengungkapkan langkah pemerintah dalam kepemimpinan Preiden Prabowo sebagai bukti nyata kalau Prabowo bersama rakyat kecil.
“Dalam kondisi ekonomi yang serba sulit saat ini, peserta BPJS Kesehatan ketika menunggak iurannya mereka (peserta) kebingungan. Jangankan untuk membayar tunggakan BPJS Kesehatan untuk makan besok saja peserta itu masih mikir,” ungkap Daryus kepada Koran Perdjoeangan, Kamis (16/10/2025).
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Jamkeswatch KSPI Abdul Gofur mengatakan bahwa Jamkeswatch memberikan apresiasi kepada pemerintah dengan rencana penghapusan tunggakan peserta BPJS Kesehatan.
“Langkah ini tentu bisa menjadi harapan baru untuk keberlangsungan Program Jaminan Sosial BPJS Kesehatan ketika nanti tunggakan akan dihapuskan. Setidaknya masyarakat bisa merasakan dan mengakses layanan kesehatan ketika mau berobat,” ujar Abdul Ghofur.
Rencana pemerintah dalam menghapus tunggakan BPJS Kesehatan sejalan dengan fungsi negara berdasarkan UU 1945. Selain penghapusan tunggakan, juga perlu dilakukan pengaktifan kembali peserta BPJS Kesehatan segmen PBI yang sudah dinonaktifkan.
Ketidakpahaman masyarakat tentang jaminan kesehatan terkadang menjadi sumber masalah yang kerap kali terjadi, hingga akhirnya tidak bisa mengakses layanan kesehatan. (Jhole)