Omnibus Law: Tak Ada Lagi Kebijakan Pengupahan yang Lindungi Buruh

Jakarta, KPonline – RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menghilangkan ketentuan yang mengatakan, bahwa pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kekhwatiran ini sangat beralasan, karena ketentuan Pasal 88 Ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 yang menyebutkan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan diubah.

Dalam  RUU Cipta Kerja Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan nasional sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dengan kata lain, frasa “kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh” dihilangkan.

Hilangnya kata “perlindungan” ini juga diperkuat dengan dihilangkannya Pasal 88 Ayat (3) yang mengatakan, “Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi: (a) upah minimum; b) upah kerja lembur; (c) upah tidak masuk kerja karena berhalangan; (d) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; (e) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; (f) bentuk dan cara pembayaran upah; (g) denda dan potongan upah; (h) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; (i) struktur dan skala pengupahan yang proporsional; (j) upah untuk pembayaran pesangon; dan (k) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.”

Berikut bunyi lengkap Pasal 88 UU No 13 Tahun 2003:

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh pengha-silan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah mene-tapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pe-kerja/buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/bu-ruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsio-nal;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dank. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaima-na dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam RUU Cipta Kerja, Pasal 88 diubah menjadi:

(1) Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidu-pan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan nasional sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Hilangnya Pasal 88 Ayat (3) UU No 13 Tahun 2003 membawa dampak serius bagi kesejahteraan pekerja/buruh. Hal ini, karena, perlindungan pengupahan tidak lagi menjadi prioritas penting yang menjadi satu kesatuan di dalam undang-undang.