Menilik Sejarah Hari Buruh ‘May Day’

Bekasi, KPonline – Hari buruh atau yang di kenal dengan May Day sudah berumur lebih dari seabad yang diawali dari tuntutan serikat pekerja di Amerika Serikat untuk menuntut supaya jam kerja dikurangi menjadi delapan jam per hari.

Buruh saat itu melakukan demonstrasi di berbagai kota di Amerika Serikat tepatnya di kota Chicago berubah menjadi petaka saat seseorang melempar dinamit ke kerumunan demonstran, sehingga mengakibatkan sebelas orang tewas dan ratusan terluka. Sehingga pada Kongres internasional Kedua pada tahun 1891 memutuskan memperingati petaka di Haymarket setiap tahunnya dan menetapkannya menjadi hari buruh internasional sebagai hari libur nasional yang di kenal dengan May Day.

Bacaan Lainnya

Sementara beberapa wilayah Asia meliputi Cina, Vietnam, India, terlebih Indonesia yang masih dalam kondisi menyedihkan karena beberapa hak masih diabaikan oleh para pengusaha seperti upah rendah, jaminan kesehatan yang minim, lingkungan kerja yang tidak sehat, serta jam kerja yang panjang masih tetap menjadi persoalan klasik dan susah dicari penyelesaiannya dalam hubungan industrial.

Kadang tak jarang buruh di Indonesia misalnya ketika jam kerja sudah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan bahwa waktu kerja 8 jam perhari atau 40 jam seminggu, justru mereka sering bekerja lebih dari ketentuan dan bangga dengan status lemburnya.

Disinilah kadang persepsi terkait may day di kalangan buruh sendiri masih menjadi hal yang biasa bahkan tak ada syukurnya dengan semangat May day itu sendiri. Hingga lahirnya undang-undang omnibuslaw cipta kerja No.11 tahun 2020 semakin menyengsarakan buruh di Indonesia pun tidak semua buruh di Indonesia satu kata menolak.

Kasus-kasus perburuhan di Indonesia juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk terus memperbaiki dan menyeimbangkan hubungan industrial antara kaum pekerja dengan pengusaha. Pemerintah yang seharusnya hadir bukan sepenuhnya mendukung salah satu pihak melainkan sebagai mediator dalam memperjuangkan nasib buruh di mata rantai dunia usaha.

Selain harus membuat regulasi tentang hubungan kerja, melindungi upah dan melindungi kesehatan kerja pemerintah juga harus dapat menyakinkan kepada pengusaha, apabila tuntutan buruh terpenuhi maka buruh akan kembali bekerja secara produktif dan iklim usaha akan kondusif karena adanya jaminan buruh untuk tidak turun ke jalan ataupun terprovokasi kelompok lain untuk melakukan tindakan yang kontraproduktif terhadap kinerja buruh. Seharusnya pemerintah juga bisa menjamin tidak ada lagi yang namanya PHK dan Pemberangusan Serikat pekerja ditingkat pabrik.

Sekretaris KC FSPMI Bekasi Sarino saat ditemui media Perdjoeangan disela-sela persiapan May Day menuturkan bahwa may day harus kita isi dengan perlawanan dan pergerakan terlebih pemerintah tidak banyak berpihak terhadap buruh.

“Lahirnya undang-undang No.11 tahun 2020 bukti nyata pemerintah tidak melindungi buruh sebagai rakyatnya, maka may day 2021 wajib kita turun kejalan menyuarakan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak kaum buruh,” tuturnya.

Selamat hari buruh internasional 1 Mei 2021 semoga perjuangan kita berhasil dan bermanfaat untuk buruh Indonesia. (Yanto)

Pos terkait