Mengoleksi Bungkus Rokok Menjadi Sebuah Kepuasan Tersendiri Bagiku

Entah bagaimana sejarahnya, yang jelas pada saat itu sekitar tahun 2006 pasca gempa di Jogjakarta, tradisi koleksi wadah/bungkus rokok bersemi bagai jamur di musim penghujan. Masing-masing tongkrongan saling bertukar informasi. Atau paling ektrim saling berebut bungkus wadah rokok secara paksa.

Bahkan, guyonan nggak lucu semisal plesetan rokok Ardath adalah Aku Rela Ditiduri Asal Tidak Hamil pun jamak ditemui. Misalnya lagi plesetan Djarum adalah Demi Janda Aku Rela Untuk Mati. Semakin riuh, semakin bergulir bak bola panas pula bursa wadah rokok di tongkrongan tersebut.

Koleksi bungkus rokok banyak cara dilakoni ada yang bergerak secara individu, pun ada yang berkelompok. Jika berkelompok, paling banyak tiga orang dan diakhiri dengan sebuah sengketa kepemilikan koleksi tersebut.

Ya, namanya juga membagi tiga kepala ke dalam sebuah nafsu memiliki (koleksi wadah rokok), pasti sangat sulit untuk membagi. Bagai Game of Thrones yang memperebutkan tahta secara njlimet, koleksi bungkus rokok yang dijalankan secara berkelompok kekurangannya ada di sana. Jika secara mandiri, memang pembagian “warisan” mudah, namun koleksinya amat terbatas.

Tradisi koleksi bungkus rokok hampir punah, yang masih pun cenderung orang dewasa yang levelnya sudah berbeda. Koleksi tanpa menggunting sampul depannya lagi, namun dipajang di galeri. Saya pun terbawa arus ini. Libido ingin koleksi pun masih terasa. Namun, sangat susah walaupun saya perokok dan sulit menyisihkan uang saku untuk berburu bungkus yang baru.

Alhasil, metode yang saya gunakan adalah nggresek, yakni sebuah metode yang sebenarnya njijiki lantaran ngambil bungkus rokok yang tercecer di jalan atau maksa temen yang sedang pulang kampung untuk beli rokok endemik daerahnya.

Jujur, semakin lama malah rasanya semakin memuaskan. Mungkin ini yang dirasakan Rafi Ahmad dan Andre Taulany ketika mengkoleksi mobil mewah. Atau Atta Halilintar dan Ria Richis ketika mengkoleksi kuantitas subscriber-nya di kanal YouTube mereka. Rasa puas ini sulit didapatkan dan saya yakin masing-masing manusia caranya berbeda untuk mendapatkan kepuasan.

Saya memiliki etalase dan bingkai tersendiri di rumah. Sederhana, kecil dan kurang terawat. Ketika yang lain menyimpan cerita dari selembar foto, saya menyimpan dari tiap wadah rokok yang saya pungut dari jalan dan minta teman yang pulang kampung, dan hingga saat ini koleksi bungkus rokok saya hampir sebanyak 215 bungkus jenis rokok dari berbagai daerah di Indonesia. (Yanto)