Menggali Akar Lahirnya Upah Minimum di Indonesia dan Perjalanan Perubahannya

Menggali Akar Lahirnya Upah Minimum di Indonesia dan Perjalanan Perubahannya

Purwakarta, KPonline – Pada suatu hari di era transisi Indonesia, ketika merah-putih masih berkibar di bawah langit kepemimpinan Orde Lama dan kemudian Orde Baru, lahirlah sebuah gagasan yang sekarang menjadi fondasi penting dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional yakni pengaturan upah minimum. Perjalanan panjang dari konsep awal hingga bentuknya sekarang penuh lapisan historis, kebijakan, dan tantangan yang nyata di lapangan.

Menjejak Awal: Dari Kebutuhan Fisik Minimum (KFM)

Hakikat pengupahan yang adil bagi pekerja memang tak langsung tertuang dalam regulasi baku sejak kemerdekaan. Namun pada tahun 1956, melalui kesepakatan tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja bersama para ahli gizi, mulai dirumuskan apa yang kemudian dikenal sebagai konsep “Kebutuhan Fisik Minimum” (KFM).

Konsep ini mengambil dasar komponen kebutuhan minimal. Mulai dari makanan dan minuman, sandang, perumahan, serta kelompok “lain-lain” yang kemudian dijadikan acuan penetapan pengupahan.

Kemudian, pada 1969, melalui Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1969 dibentuklah ‎Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) yang mempertegas posisi negara dalam penelitian upah minimum. Meski demikian, pengaturan formal upah minimum yang berlaku secara nasional baru muncul kemudian.

Era 1980-an: Regulasi Resmi Pertama

Tonggak penting datang ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1989 tentang upah minimum. Dalam regulasi ini, upah minimum ditetapkan berdasarkan pertimbangan KFM serta Indeks Harga Konsumen (IHK), perluasan kesempatan kerja, kelangsungan perusahaan dan perkembangan ekonomi regional.

Tak lama kemudian direvisi melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per‑01/Men/1990 (atau biasa disebut Permenaker 10/1990) yang menegaskan bahwa upah minimum terdiri dari upah pokok plus tunjangan tetap, dengan upah pokok minimum paling rendah 75 persen dari upah minimum. Dengan regulasi ini, pengupahan di Indonesia mulai memiliki kerangka hukum yang lebih kuat, tak hanya perjanjian pengusaha-pekerja semata, tetapi juga standar nasional.

Transisi ke Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)

Memasuki pertengahan 1990-an, kebutuhan dan standar hidup banyak berubah karena inflasi, urbanisasi, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi semakin signifikan. Untuk menjawab perubahan tersebut, munculah konsep baru yaitu Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 81 Tahun 1995 ditetapkan KHM sebagai standar.

Kemudian dikeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dua tahun, dan selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 yang memperjelas bahwa UMR terdiri dari Tingkat 1 (provinsi) dan Tingkat 2 (kabupaten/kota). Periode ini juga menandai pembagian wilayah dan tingkatan penetapan upah yang lebih kompleks mengakui bahwa setiap daerah punya tantangan ekonomi yang berbeda.

Reformasi Terminologi: UMPUMK

Seiring dengan era reformasi dan otonomi daerah, istilah-istilah pun diperbarui. Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, istilah UMR Tingkat I diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP), dan UMR Tingkat II menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Perubahan ini tidak sekadar nama, melainkan menunjukkan pengakuan bahwa penetapan upah minimum harus lebih dekat ke kondisi lokal di provinsi atau kabupaten/kota, sehingga lebih responsif terhadap situasi setempat.

Perkembangan ke Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Regulasi Modern

Tahun 2006 menandai pengadopsian konsep Kebutuhan Hidup Layak (KHL) melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005. KHL memperluas cakupan komponen kebutuhan menjadi tujuh kelompok: makanan/minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, serta rekreasi/tabungan.

Kemudian melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 jumlah komponen KHL dinaikkan dari 46 ke 60 komponen untuk mencerminkan kebutuhan aktual pekerja dan keluarganya. Perubahan regulasi ini juga diiringi dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang merombak mekanisme pengupahan dan menghapus skema upah minimum sektoral (UMSK).

Dengan demikian, kerangka kebijakan upah minimum di Indonesia telah melalui beberapa lapisan perubahan. Baik itu konsep dasar, regulasi, terminologi, hingga formula penetapan.

Dua Jenis Upah Minimum: UMP dan UMK

Saat ini, struktur pengupahan minimum di Indonesia terbagi dalam dua jenis: UMP dan UMK. UMP berlaku di tingkat provinsi, sedangkan UMK ditetapkan di tingkat kabupaten atau kota.

Model ini memungkinkan penyesuaian yang lebih spesifik terhadap kondisi ekonomi daerah masing-masing. Misalnya, biaya hidup, tingkat inflasi, struktur industri lokal, dan kemampuan perusahaan menjadi salah satu pertimbangan dalam penetapan.

Mengapa Evolusi Ini Penting?

Mengapa standar kebutuhan hidup (KFM _ KHM _ KHL) diganti berkali-kali? Karena realitas pekerja dan keluarganya terus berubah, dimana inflasi meningkat, kebutuhan pendidikan dan kesehatan semakin tinggi, mobilitas dan transportasi menjadi bagian khas dari kehidupan pekerja urban. Konsep yang terlalu kaku akan kehilangan relevansi.
Sebagaimana dicatat, penetapan upah minimum juga memiliki tujuan sosial: melindungi pekerja dari upah yang tak memadai agar bisa “hidup layak”.

Namun demikian, penetapan upah minimum bukan tanpa tantangan: harus menyeimbangkan antara perlindungan pekerja dan kelangsungan usaha, produktivitas, dan daya saing industri.

Refleksi untuk Masa Kini

Dari KFM yang relatif sederhana hingga KHL yang kompleks dengan puluhan komponen, perjalanan kebijakan upah minimum di Indonesia mencerminkan dinamika sosial dan ekonomi yang berubah.

Meski sudah mapan sebagai kebijakan, tantangan tetap ada. Lebih jauh, bagaimana menjamin bahwa upah minimum benar-benar “hidup layak” bukan sekadar angka, bagaimana memastikan keberlanjutan usaha, bagaimana menyesuaikan dengan produktivitas dan perubahan ekonomi (digitalisasi, industri 4.0).

Penetapan upah minimum bukan hanya ritual regulasi di akhir tahun, melainkan bagian dari janji keadilan sosial bahwa para pekerja yang menjadi tulang punggung pembangunan nasional tak tertinggal dalam hidupnya sendiri.