Menanti Pemerintah Pusat Terbitkan Kebijakan Upah 2025 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Menanti Pemerintah Pusat Terbitkan Kebijakan Upah 2025 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Oleh : Yanto

Upah minimum sebenarnya sudah ada sejak 1969. Selama 50 tahun, Indonesia tiga kali mengganti standar kebutuhan hidup sebagai dasar penetapan upah minimum. Ada dua jenis upah minimum di Indonesia yang berlaku di tingkat provinsi (UMP) dan kabupaten dan kota (UMK).

Dikutip dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sejarah upah minimum di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan dasar penetapan di antaranya :

Upah minimum tahun 1969 sampai dengan tahun 1995, Upah minimum bermula ditetapkannya kebutuhan fisik minimum (KFM) pada 1956 melalui kesepakatan tripartit dan ahli gizi. Regulasi upah minimum pertama kali diperkenalkan pada awal 1970-an setelah dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional dan Daerah.

Kebijakan upah minimum berlaku setelah keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1989. Upah minimum berdasarkan pertimbangan KFM, indeks harga konsumen (IHK). Adapun perluasan kesempatan kerja, upah umum regional, kelangsungan dan perkembangan perusahaan, juga tingkat berkembangnya ekonomi regional atau nasional

Ketentuan upah minimum kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per-01/Men/1990. Revisi upah minimum merupakan upah pokok ditambah tunjangan tetap. Ketentuan pembayaran upah pokok paling rendah 75 persen dari upah minimum

Selanjutnya Upah Minimum tahun 1996 hingga tahun 2005, Kebutuhan Fisik Minimun (KFM) diganti menjadi kebutuhan hidup minimum (KHM) pada 1996, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 81 Tahun 1995.

Komponen KHM terdiri atas makanan dan minuman, perumahan dan fasilitas, sandang, juga aneka kebutuhan lainnya. KHM menjadi rujukan upah minimum berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dua tahun.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 tentang upah minimum. Upah minimum merupakan pokok termasuk tunjangan tetap, terdiri atas UMR Tingkat I, UMR Tingkat II, Upah Minimum Sektoral Regional (UMSR) Tingkat I, dan UMSR tingkat II.

UMR ditetapkan mempertimbangkan kebutuhan, indeks harga konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Ada pula upah umum yang berlaku antar daerah, pasar kerja, perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita. Sedangkan, UMSR ditambah pertimbangan kemampuan perusahaan secara sektoral.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 tentang perubahan pasal peraturan sebelumnya, ada perubahan beberapa istilah. UMR tingkat I diubah menjadi UMP, UMR tingkat II menjadi UMK, UMSR Tingkat I menjadi UMS Provinsi, sedangkan UMSR tingkat II menjadi UMS kabupaten atau kota.

Upah minimum 2006 hingga sekarang
Pada 2006, penetapan upah minimum berdasarkan KHM diganti kebutuhan hidup layak (KHL), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005 tentang komponen dan penahapan KHL.

Komponen KHL terdiri atas tujuh kelompok kebutuhan, yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan. Pemerintah kembali merevisi komponen KHL menjadi 60 komponen, sebelumnya 46 item, melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian KHL.

Indonesia pernah menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Kemudian UMSK dihapuskan. UMSK yang ditetapkan sebelum 2 November 2020 tetap berlaku hingga surat keputusan penetapannya berakhir.

UMSK tidak berlaku bila UMP dan UMK lebih tinggi, dan Gubernur wajib mencabut UMSK yang ditetapkan setelah 2 November 2020 selambatnya satu tahun sejak ditetapkan. Gubernur tidak boleh lagi menetapkan UMSK.

Lahirnya undang-undang Cipta Kerja Omnibuslaw dengan turunannya PP 36 tahun 2021 tentang penupahan yang selanjutnya diganti dengan terbitnya PP 51 2023 masih saja membuat kenaikan upah tidak menentu, dua tahun ini buruh dikalahkan dengan tidak adanya kenaikan upah yang signifikan.

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 168/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Partai Buruh, FSPMI, KSPSI, KPBI, KSPI dkk yang mengajukan setidaknya 70 pasal dalam Undang Undang Cipa Kerja yang minta diubah. Namun Mahkamah Konstitusi mengabulkan Sebagian permhonan tersebut.
Sebagian permohonan yang dikabulkan memuat 21 point penting, berikut amar putusan MK terkait pasal upah :
1. Pasal 88 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU 6/2023 “Setiap Pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua”
2. Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU 6/2023 “Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan”
3. Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU 6/2023 “Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi struktur dan skala upah yang proporsional”
4. Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU 6/2023 “Gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota”
5. Pasal 88D ayat (2) dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU 6/2023 “……Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh”
6. Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU 6/2023 “Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)”

(Yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu mencakup antara lain bencana alam non-alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan)
1. Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 Lampiran UU 6/2023 “Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan”
2. Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33 Lampiran UU 6/2023 “Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi”
3. Pasal 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36 Lampiran UU 6/2023 “Hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan”
4. Pasal 98 ayat (1)dalam Pasal 81 angka 39 Lampiran UU 6/2023 “Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif”
5. Pasal 151 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU 6/2023 “Wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh”
6. Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU 6/2023 “Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap”

Dalam berbagai pernyataan di media pemerintah mengatakan akan menjalankan Putusan Mahkamah konstitusi namun hingga saat ini pemerintah pusat belum juga mengeluarkan kebijakan terkait kenaikan upah 2025. Akankan kebijakan Pemerintah Pusat terkait upah 2025 berpihak kepada kaum buruh?