Memimpin Itu Menderita

Batam,KPonline – Een leidersweg is een lijdensweg, leiden is lijden; jalan pemimpin itu bukan jalan yang mudah, memimpin adalah menderita.” sepenggal percakapan sang diplomat ulung, Agus Salim. Gigih berbicara di forum internasional demi Indonesia. Cerdik, pintar dan menguasai sedikitnya sembilan bahasa. Dia juga tidak silau oleh harta.

Lain lagi kisahnya M. Natsir, sangatlah sederhana. Bahkan dia kesulitan membeli rumah. Saat menjadi menteri bertahun-tahun harus menumpang hidup di paviliun sahabat Natsir, ..
Tapi itu hanya zaman old, yang telah menjadi catatan sejarah,tertulis dengan tinta emas pengabdian. Sebuah catatan sejarah juga sedang dicatat, dari politisi dan pemimpin zaman now,mencoba “menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?”(Ibrahiim:28).

Menolak syariat menuju kesyirikan. Menihilkan Islam,padahal tanpa Islam mereka juga akan nihil. Allah memastikan ciri orang yang telah menolak nikmat Islam tadi dengan upaya untuk membuat Tuhan tandingan bagi Allah demi melegalkan hasrat mereka.

Entah melalui revisi undang-undang, kebijakan-kebijakan publik dan lainnya. Masyarakat mereka hasut dengan segala macam tipu daya agar bersama mereka. Walhasil masyarakat pun tersesatkan karena kesesatan para pemimpinnya yang telah mendustai Allah.

Maka para ulama ahli syariat adalah mereka yang berada di garda terdepan dalam mencegah kerusakan sosial dan kehancuran. Mematuhi dan belajar dari mereka adalah langkah konkret dalam menjaga stabilitas sosial agar tidak terjerumus pada kehancuran.

Memimpin adalah menderita seperti lakon para pahlawan sebenarnya. Sosok sejati, bukan boneka atau wayang terkendali dalang. Sebab, memimpin adalah tugas beribadah.

Sehingga, fungsi memimpin adalah menggunakan telinga dan matanya untuk menerima kritik rakyat,bukan mempersekusi mereka.

Kesadaran tersebut hadir sebagai buah manis hasil perjuangan yang tidak sederhana. Wallahu a’alam bi ash showab (Dewi)