Majas Hipertensi

Bogor, KPonline – Majas atau gaya bahasa yaitu pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Majas digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Umumnya puisi dapat mempergunakan lebih banyak majas dibandingkan dengan prosa. Majas tersebut digunakan oleh sekelompok atau perorangan penulis sastra, dan dengan cara masing-masing yang khas tentunya dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan.

Ada berbagai macam majas yang dipergunakan dalam penulisan ataupun penggunaan secara lisan. Ada Majas Perbandingan yang diantaranya Personifikasi, Metafora, Asosiasi, dan Hiperbola. Ada juga
Majas Pertentangan seperti Litotes, Paradoks dan Antitesis. Bahkan ada Majas Sindiran, Majas Ironi, Majas Sinisme, Majas Sarkasme, Majas Penegasan, Majas Pleonasme, Majas Repetisi dan Majas Retorika. Kesemuanya digunakan sebagai bahasa tulisan dan bahasa lisan, dan sekali lagi, digunakan menyampaikan pikiran dan perasaan si penulis atau si penutur.

Bacaan Lainnya


Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.

Apa jadinya jika ada sebuah jenis majas baru, sebuah majas yang baru saja lahir ke dunia yang penuh dengan hoax dan retorika ini. Sebuah majas yang menggabungkan antara pemanfaatan kekayaan bahasa yang bisa mengakibatkan pembaca atau pendengarnya, mengalami tekanan darah tinggi. Apa jadinya dunia ?

Dalam masa menjelang Pemilu Raya di 2019 ini, banyak kalangan masyarakat yang terhasut hoax dan berita-berita yang masih simpang siur kebenarannya. Tapi anehnya, berita hoax dan masih perlu dipertanyakan kebenarannya tersebut, dikonsumsi mentah-mentah tanpa dimasak terlebih dahulu. Tidak memerlukan rice cooker merk terkenal ataupun kompor gas dari bahan titanium dan anti gores. Hanya dibutuhkan kelihaian dalam meramu kata-kata, mengolah kalimat dan menyusun paragraph demi paragraph, agar kaum dungu, komunitas sumbu pendek dan kalangan dua kubu yang berlawanan, memanas lalu saling menjatuhkan.

Kaum anti tabayyun, yang baru saja disebutkan diatas, kerap kali “berperang” di media-media sosial. Menyebarkan kebohongan yang sudah diramu sedemikian rupa, menjadi seakan-akan sebuah kebenaran. Sebar sana dan sebar sini, hampir mirip lah dengan para Mafia Penyebar Paku di jalan raya. Entah apa motif dan keuntungan yang akan mereka dapatkan, yang jelas, para penyebar Majas Hipertensi tersebut akan tertawa riang gembira, ketika ada 2 kubu yang saling berseteru.

Bisa kita ambil contoh, misalnya kasus jual beli duren seharga 80 juta. Ada seorang hoaxer sejati yang dengan nekat dan penuh kedunguan mengatakan, bahwa rakyat Indonesia masih banyak yang mampu membeli duren seharga 80 juta.

Hellooo ! Kemampuan daya beli rakyat Indonesia secara umum yaa hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau pun ada sebagian kecil rakyat Indonesia yang mampu membeli duren seharga 80 juta, itu pun paling hanya kalangan Crazy Rich Surabayan, Kaum Jet Set Menteng, oknum pejabat bejat yang baru saja menang tender secara fiktif, atau mungkin saja Manusia Gerobak yang menemukan uang 7 kontainer.

Penebar hoax dan Majas Hipertensi tersebut, sudah selayaknya dimuseumkan dan dijadikan bahan penelitian sejarah masa lalu. Dijadikan bahan pembelajaran, agar roda sejarah tidak berulang. Apa iya, dengan menyebarkan berita berisikan Majas Hipertensi lalu pada akhirnya “membakar” rasa emosional para pembaca tulisan dan pendengar tuturan, negeri ini akan maju ?

Menggugah para pembaca tulisan dan pendengar tuturan, haruslah dengan cara yang baik tentunya. Adem ayem tata tentrem kerta raharja, selayaknya dunia manusia beradab. Apalagi disaat-saat masa kampanye nanti, dimana para Kaum Dungu, Komunitas Sumbu Pendek, 2 kubu yang berlawanan, akan saling serang membabi buta. Menyebarkan Majas Hipertensi, menebar kebencian lewat berita hoax, dan tarik menarik urat hingga tekanan darah Anda naik.

Kalaupun Majas Hipertensi dengan terpaksa harus terlahir ke dunia ini, semoga saja dia terlahir dengan nama yang lain. Atau opsi yang terakhir, Anda bunuh saja dengan kejam, lalu Anda gulung dengan telur dadar raksasa buatan istri Anda dirumah. Dipotong sesuai selera, Anda kunyah dan ditelan. Tapi tolong, jangan pernah Anda keluarkan, meskipun harus lewat pintu belakang. (RDW)

Pos terkait