Kisah Perjalanan FSPMI Riau dari Nol Hingga Berdiri Tegak

Kisah Perjalanan FSPMI Riau dari Nol Hingga Berdiri Tegak

Pelalawan, KPonline – Pada tahun 2018, di tengah kerasnya arus industrialisasi dan derasnya arus ketidakadilan terhadap buruh, sekelompok kecil orang berdiri tegak membawa secercah harapan. Di tanah Riau, organisasi buruh yang kini dikenal sebagai Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Riau pertama kali dibentuk.

Bukan dengan kemewahan atau fasilitas, melainkan dengan keyakinan dan tekad yang membara. Di barisan terdepan ada 6 nama : Satria Putra sebagai Ketua, almarhum Samsul Bahri sebagai Sekretaris, dan Agung Zailani sebagai Bendahara, Yudi Afrizon sebagai Wakil Ketua, Jasmadi sebagai Wakil sekretaris dan Aprianto sebagai anggota yang salah satu pendiri FSPMI di Provinsi Riau.

Namun sebelumnya pada tahun 2015 telah terbentuk Serikat Pekerja Buruh Pelalawan (SPBP) yang menjadi motor FSPMI dan anggota Serikatnya dari PT. Inti Auto Megah (PT. IAM) dan PT. Naga Berlian Sejati (PT. NBS) yang sekarang berganti nama menjadi PT. Multiguna Karya Mandiri (PT. MKM).

Mereka memulai dari nol. Tidak ada kantor. Tidak ada operasional memadai. Hanya ada tas berisi dokumen-dokumen organisasi, sebuah laptop, dan sepeda motor butut yang menjadi saksi perjalanan panjang dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya. Di tempat sederhana itulah gagasan besar tentang perjuangan buruh Riau disusun, dibahas, dan disebarkan.

“Kami berkonsolidasi dari meja ke meja, dari gelas kopi ke gelas kopi, menyatukan pikiran dan semangat,” ujar Satria, mengenang masa-masa awal perjuangan.

Hari demi hari, bulan berganti bulan, benih semangat itu mulai tumbuh. Satu per satu buruh mulai membuka hati dan bergabung dalam gerakan. Anggota FSPMI perlahan bertambah. Dari yang awalnya hanya hitungan jari, menjadi puluhan, lalu ratusan.

Ini bukan pertumbuhan yang mudah. Tapi keyakinan bahwa keadilan dan kesejahteraan adalah hak setiap buruh membuat langkah mereka tak pernah goyah.

Seiring dengan berkembangnya struktur dan jaringan organisasi, perhatian pun datang dari pusat. DPP FSPMI akhirnya memberikan sebuah dukungan besar, sebuah kantor megah berlantai dua, lengkap dengan wifi, ruang kerja, serta ruang rapat.

Fasilitas yang dulu hanya bisa mereka bayangkan, kini menjadi kenyataan. Sebuah mimpi yang jadi nyata. Kantor itu menjadi simbol bahwa kerja keras dan konsistensi tak akan pernah mengkhianati hasil.

Namun di balik kemegahan itu, sebuah realitas baru muncul. Kantor yang semula diimpikan menjadi pusat konsolidasi dan aktivitas buruh, perlahan menjadi tempat yang hanya ramai saat ada masalah. Ibarat kuburan, kantor itu hidup hanya ketika ada yang ‘meninggal’ ketika ada permasalahan anggota yang perlu diselesaikan. Selebihnya, ia sunyi, sepi, dan kadang terlupakan.

Ini menjadi pelajaran penting dalam sejarah organisasi. Bahwa perjuangan tidak hanya tentang memiliki fasilitas, tapi tentang bagaimana semangat awal terus dijaga. Kantor bukanlah jantung organisasi; jantungnya adalah semangat kolektif, kebersamaan, dan militansi para anggotanya.

Kisah FSPMI Riau adalah cermin bagi setiap pengurus dan anggota. Bahwa membangun organisasi bukan perkara mudah. Tapi selama api perjuangan tetap menyala di dada, maka ruang sempit sekalipun bisa menjadi ladang perjuangan yang luas. Dan kantor megah pun hanya akan bermakna jika dipenuhi semangat seperti saat semuanya dimulai: dari warung kopi dan sepeda motor butut. (Heri)