Pelalawan, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) didirikan pada 6 Februari 1999 di Hotel Tirta Gangga, Garut, Jawa Barat. Organisasi ini lahir dari Musyawarah Nasional Luar Biasa SP LEM SPSI Reformasi yang berlangsung pada 4–7 Februari 1999. Pendirinya antara lain H. R. Endang Thamrin, Drs. H. Thamrin Mosii, dan Makmur Komarudin. Awalnya, FSPMI bernama Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI), dengan Drs. H. Thamrin Mosii sebagai Presiden dan almarhum R. H. Endang Thamrin sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 1999–2001.
Pada awal pembentukannya, FSPMI beranggotakan pekerja dari berbagai sektor industri metal, termasuk elektronik, otomotif, logam, mesin, dan galangan kapal. Pada Kongres II yang berlangsung pada 28 Agustus–1 September 2001 di Lembang, organisasi ini bertransformasi menjadi federasi dengan nama FSPMI. Transformasi ini bertujuan memperkuat peran Serikat Pekerja Anggota (SPA), seperti Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE), Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK), Serikat Pekerja Logam (SPL), Serikat Pekerja Dok dan Galangan Kapal (SPDG), dan Serikat Pekerja Dirgantara (SPDI). Kongres tersebut kembali memilih Drs. H. Thamrin Mosii sebagai Presiden, dengan Ir. H. Said Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 2001–2006.
Pada Kongres III yang berlangsung di Bandung pada 24–27 November 2006, Ir. H. Said Iqbal terpilih sebagai Presiden FSPMI dan Basril Hendrisman, A.Md., sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 2006–2011. Pada 6 November 2007, FSPMI mengadakan Rapat Pimpinan dan memutuskan untuk mengubah logo serta mempertegas perjuangannya di pabrik dan publik. Selain itu, mereka merumuskan strategi perjuangan melalui 9 Program Umum, 7 Pilar Pendukung, 10 Strategi Perjuangan, dan 6 Isu Utama yang menjadi dasar perjuangan buruh dalam berbagai aspek kehidupan.
Kongres IV FSPMI yang berlangsung pada 6–8 Februari 2011 di Bandung kembali memilih Ir. H. Said Iqbal sebagai Presiden dan Suparno Beno sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 2011–2016. Pada kongres ini, FSPMI memperluas cakupan organisasinya dengan mendeklarasikan Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI-FSPMI) dan mengubah nama Serikat Pekerja Dok dan Galangan Kapal (SPDG) menjadi Serikat Pekerja Pelayaran dan Jasa Maritim (SP PJM). Dengan perkembangan ini, FSPMI semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu serikat pekerja terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.
Sebagai federasi serikat pekerja, FSPMI memiliki struktur organisasi yang terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari Kongres sebagai badan tertinggi, Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Konsulat Cabang (KC), Pimpinan Pusat (PP), Pimpinan Cabang (PC), Pimpinan Unit Kerja (PUK), hingga anggota. Struktur ini memungkinkan FSPMI untuk bergerak secara sistematis dalam memperjuangkan hak-hak pekerja, baik di tingkat perusahaan maupun nasional.
Hingga saat ini, FSPMI telah berkembang dengan lebih dari 200 ribu anggota yang tersebar di berbagai provinsi, seperti Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Secara nasional, FSPMI berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan di tingkat global dengan IndustriALL Global Union.
FSPMI tidak hanya berperan dalam memperjuangkan hak-hak buruh di tingkat serikat pekerja, tetapi juga turut aktif dalam politik dengan menjadi salah satu penggagas dan pendiri Partai Buruh. Bersama organisasi buruh lainnya, FSPMI berperan dalam membangun partai politik yang fokus pada kesejahteraan pekerja dan keadilan sosial. FSPMI melihat partisipasi dalam politik sebagai strategi penting untuk memastikan suara buruh tidak hanya terdengar di jalanan, tetapi juga di parlemen dan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, FSPMI mendorong kader-kadernya untuk aktif dalam Partai Buruh serta dalam berbagai agenda politik yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Komitmen FSPMI dalam politik tidak menghilangkan sifat independennya sebagai organisasi buruh. Mereka menegaskan bahwa keterlibatan politik bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan kelas pekerja, bukan sekadar untuk kepentingan partai tertentu.
Oleh karena itu, FSPMI tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada buruh dan terus berjuang dalam berbagai aspek, termasuk peningkatan upah layak, penghapusan sistem outsourcing, peningkatan jaminan sosial, serta perlindungan tenaga kerja. Dengan semangat perjuangan yang konsisten, FSPMI terus memperkuat posisinya sebagai pilar utama dalam gerakan buruh di Indonesia. (Heri)