Kerja 4 Jam Sehari, Gaji PRT di Korea Mencapai 10 Juta. Bagaimana Nasib PRT di Indonesia?

Jakarta, KPonline – Gaji Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Korea Selatan lebih dari 10 juta sebulan. Padahal mereka hanya bekerja 4 jam dalam sehari, dengan 20 hari kerja.

Demikian disampaikan Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Endang Winarsih di Jakarta, Senin (28/8/2017), yang tanggal 21 – 24 Agustus 2017 bersama-sama dengan pendamping dan aktivis PRT asal Indonesia mengadakan kunjungan ke Korea Selatan.

Dikutip dari catatan aktivis SPRT Sapulidi dan Jala PRT, Leni Maryani dan wawancara dengan Endang Winarsih, gaji sebesar kurang lebih 10 juta itu didapat dari perhitungan upah per jam PRT di Korea Selatan adalah 10.000 Won Korea. Jika dirupiahkan, maka nilainya kurang lebih 130 ribu rupiah per jam. Dengan demikian, selama 4 jam kerja dikalikan 20 hari, maka PRT di Korea Selatan bisa membawa pulang gaji sebesar Rp 10.400.000 per bulan.

Jika si PRT tersebut bekerja lebih dari 4 jam, maka majikan harus membayar lebih besar lagi. Karena perhitungan gajinya adalah per jam, maka mereka bekerja tergantung permintaan majikan.

Dengan bekerja part time seperti ini, para PRT dimungkinkan bekerja lebih dari 1 majikan. Sehingga mereka bisa berpenghasilan dua kali lipat.

Menariknya, PRT di Korea Selatan memiliki wadah bernama National House Manager’s Cooperative (NHMC). NHMC bertujuan untuk menemukan pekerjaan yang stabil bagi PRT dan meningkatkan pengakuan sosial terhadap PRT melalui pelatihan sistematis, periklanan dan pemasaran bersama, dan tindakan bersama.

Bertemu dengan PRT di Korea yang tergabung dalam National House Manager’s Cooperative (NHMC).

Dengan kata lain, NHMC adalah sebuah komunitas ekonomi di mana PRT (pekerja perawatan) menjadi anggota dan mewujudkan “partisipasi dan swa-kelola” dengan beroperasi secara demokratis berdasarkan partisipasi sukarela dan prinsip kerjasama dan solidaritas antara anggota, klien, dan pelaku masyarakat.

NHMC berusaha mewujudkan semangat dan filosofi koperasi sosial pekerja untuk meningkatkan kemandirian ekonomi di kalangan anggota; untuk memperluas kesempatan kerja layak bagi anggota; dan untuk memberi kontribusi pada pengaruh sosial mereka terhadap isu-isu misalnya mempekerjakan kelompok rentan sosial, penyediaan layanan sosial, dan promosi pasar yang etis secara lingkungan, sembari mengakui nilai “kerja sama dan berbagi”, produksi dan penjualan layanan rumah tangga, dan kegiatan usaha koperasi.

PRT di Korea Selatan merasakan manfaat dari keberadaan NHMC. Mereka memiliki posisi tawar terhadap Pemerintah dan majikan.

Kondisi PRT di Indonesia

Hal ini bertolak belakang dengan kondisi yang ada di Indonesia. Menurut Leni, PRT yang bekerja dengan expat Korea pada umumnya di gaji antara 700 hingga 800 ribu rupiah per bulan. Perbandingan yang jauh sekali. Sudahlah gajinya kecil, mereka rawan diskriminasi dan intimidasi.

Sayangnya, Pemerintah tidak menganggap hal ini sebagai permasalahan yang serius. Terbukti, hingga saat ini, Undang-Undang Perlindungan PRT tak kunjung disahkan.

Belajar dari NHMC, menurut perempuan yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum FSP Pariwisata Reformasi ini, KSPI juga akan mengembangkan hal serupa di Indonesia. Dimana para pekerja rumah tangga akan memberikan kontribusi sumber daya keuangan kepada koperasi, menjadi pemegang saham, merupakan pemilik bersama, dan terlibat dalam pengelolaan bisnis terkait.

Untuk memperkuat posisi tawar PRT, dibutuhkan sebuah organisasi di mana PRT merupakan pemiliknya, dan yang lebih pasti mewakili kepentingan PRT dalam jangka panjang. Terlebih lagi, pada umumnya PRT bekerja melalui agen penempatan yang mengenakan biaya, dan kemudian bekerja dalam kondisi di mana mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak legal karyawan atau berorganisasi untuk memperjuangkan kepentingan mereka sendiri.

“Untuk mengatasi masalah sosio-struktural terkait PRT, mereka perlu membentuk sebuah organisasi yang berfungsi atas nama mereka, dan yang dapat mereka kelola sendiri. Pemberdayaan PRT juga berarti bahwa setiap anggota harus menjadi pemilik bersama organisasi tersebut yang memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan,” kata Endang.

KSPI Mendukung Pembentukan Organisasi PRT

KSPI mendukung pembentukan organisasi pekerja rumah tangga.

Endang menambahkan, KSPI memberikan dukungan terhadap terbentuknya serikat pekerja rumah tangga. PRT adalah pekerja. Sama dengan yang bekerja di pabrik, di kantor, dan lain-lain.

PRT harus menjadi subjek perubahan, bukan objek perubahan. PRT juga bisa menjadi penentu, bukan hanya pengikut.

Untuk mendukung gagasan itu maka menjadi penting untuk membangun wadah yang kuat bagi para PRT untuk wujudkan kerja yang layak dan kesejahteraan.

Selain pembentukan serikat pekerja rumah tangga, untuk meningkatkan dan memberikan perlindungan kerja bagi PRT, KSPI bersama KAPRTBM mendesak pemerintah untuk mengesahkan UU Perlindungan PRT. Terlebih banyak intimidasi dan tindak kekerasan yang dilakukan para pemberi kerja kepada PRT. Oleh karenanya, menurut Rusdi, dibutuhkan perlindungan yang ekstra terhadap para pekerja rumah tangga.

Sumber: Hasil wawancara dengan Endang Winarsih (KSPI) dan Leni Maryani (Sapulidi – Jala PRT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 Komentar

  1. Sama persis? Bolehkah kami minta schrenshoot atau link terkait tulisan di facebook yang sama persis dengan tulisan ini.

  2. Sepertinya pernah melihat tulisan ini sebelumnya di facebook dan tulisan ini sama persis dengan apa yang saya lihat tapi kok tidak menyantumkan nama penulis asalanya yaa memang ini ada yang di tambahkan tapi hanya sedikit tolong tambahkan sumber awal karena itu kan ide dan gagasan awal si penulis jangan main ambil dan di repost tetapi tidak menyantumkan sumber awalnya