Kemenangan Buruh Melawan Pengusaha PT. DCP di PTUN Terkait Kasus Penangguhan Upah

Surabaya, Kponline – Bertempat di salah satu ruang Peradilan Tata Usaha Negara wilayah Surabaya yang terletak di Jl. Raya Ir. H. Juanda No. 89, Kab. Sidoarjo.

Puluhan buruh yang tergabung dalam PUK SPL FSPMI PT DCP, untuk kesekian kalinya harus rela mengawal sebuah kasus terkait penangguhan upah pekerja PT. DCP yang dalam persidangan tersebut melibatkan 3 pihak sekaligus, yakni pengusaha sebagai penggugat, pemerintah dalam hal ini Gubernur Jawa Timur sebagai tergugat, dan pekerja sebagai pihak intervensi.

Kehadiran para perwakilan pekerja/buruh saat itu (Kamis, 11/10/2018) pun, tak lazim seperti biasanya, dalam artian, perwakilan yang datang untuk menghadiri jadwal persidangan kali itu, agak lebih banyak daripada biasanya, bahkan mencapai puluhan orang.

Setelah ditelusuri, ternyata jadwal sidang saat itu, adalah saat yang sangat penting bagi pekerja/buruh PT. DCP, yakni saatnya bagi para pihak untuk mendengarkan hasil putusan akhir dari serentetan persidangan yang selama ini berjalan selama kurang lebih 7 bulan.

Seperti diketahui, persidangan dengan nomor perkara 39/G/2018/PTUN.SBY ini menangani perkara tentang permintaan pengusaha PT. DCP selaku penggugat agar Gubernur Jatim selaku tergugat untuk menunda pelaksanaan SK Gubernur Jatim dengan nomor surat 188/41/KPTS/013/2018 Tanggal 18 Januari 2018 tentang Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2018, khususnya pada Lampiran B Nomor 1, terkait Penolakan Penangguhan PT. Duta Cipta Pakar Perkasa, Jl. Mastrip IX/KM 07, Surabaya.

Dan akhirnya dalam hasil putusan sidang yang dibacakan oleh majelis hakim di PTUN kemarin, memutuskan bahwa majelis hakim menolak seluruh gugatan pihak penggugat (pengusaha.red) yang ditujukan kepada pihak tergugat, dalam hal ini Gubernur Jawa Timur, dengan dasar bahwa pihak penggugat tidak cukup mempunyai bukti yang menyatakan bahwa PT. DCP selaku penggugat tidak memiliki kemampuan memberikan upah pekerja/buruhnya dibawah ketentuan UMK yang berlaku.

Dengan hasil tersebut, sontak membuat pihak tergugat maupun pihak intervensi (pekerja.red) merasa lega dan bersyukur, bahwa persidangan di PTUN ini mencapai hasil yang sangat diharapkan oleh pihak tergugat terlebih lagi kepada para pekerja/buruh selaku pihak intervensi.

“Kami sangat bersyukur dengan hasil putusan majelis hakim hari ini, yang dimana putusan tersebut adalah sesuai dengan harapan kita, namun agak sedikit kecewa juga, karena saat pembacaan putusan sidang, kami belum sempat hadir langsung dalam ruang sidang, dikarenakan secara tiba-tiba pihak majelis hakim, memajukan jadwal pembacaan putusan sidang di pukul 10.00 pagi tadi, sedangkan kami masih belum berada di PTUN pada saat itu.” Ujar Yasin, selaku ketua PUK SPL FSPMI PT. DCP.

Kuasa hukum pekerja/buruh PT. DCP, Darmawan Bunga, yang juga merupakan salah seorang pengacara berpengalaman di LBH FSPMI Jawa Timur pun berpesan kepada pekerja/buruh PT. DCP.

“Setelah mendengar putusan majelis hakim hari ini, dan alhamdulillah putusannya berpihak positif kepada pihak tergugat maupun pihak intervensi, maka terhitung hari ini hingga 14 hari kedepan, kita masih sama-sama menunggu apakah pihak penggugat mengajukan banding atau tidak, karena kuasa hukum pihak penggugat saat ini tidak bisa hadir, jika tidak ada permintaan banding dari pihak penggugat, maka putusan majelis hakim di PTUN dinyatakan inchracht alias berkekuatan hukum tetap.” Ujar Darmawan Bunga.

Dengan hasil ini, pihak pekerja/buruh pun dihimbau agar tidak merasa berpuas diri dan mempersiapkan mentalnya masing-masing, karena jika dilihat dari karakter pihak perusahaan yang selama ini diduga sangat tidak kooperatif terhadap para pekerja/buruh yang tergabung dalam serikat pekerja FSPMI.

“Persiapkan mental seluruh anggota kita, karena jika pihak perusahaan tidak menjalankan amar putusan persidangan hari ini, maka untuk selanjutnya tidak menutup kemungkinan kita akan lanjutkan perjuangan kita melalui jalur aksi secara besar-besaran.” Seru Yasin, saat memberi motivasi terhadap seluruh perwakilan anggota yang hadir.

“Usai kasus ini, kita masih harus menuntut perusahaan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), agar pihak perusahaan memberikan hak kita, yakni kekurangan selisih upah pekerja dari tahun 2017 hingga tahun 2018, setelah selama kurun waktu tersebut, upah kita dibayar dibawah UMK yang berlaku saat ini.” Tambah Yasin.

Usai memberikan penjelasan terkait hasil persidangan saat itu kepada seluruh anggota, mereka pun lantas membubarkan diri secara teratur.

(Robin – Surabaya)