Jadi Tersangka, Haris Sebut Ada Upaya Untuk Membungkam

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Luhut Pandjaitan ke Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021). Gambar: KompasTV

Jakarta,KPonline – Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Seperti diketahui, mereka berdua sempat menyinggung Luhut terkait relasi bisnis, dan operasi militer di Intan Jaya, Papua, dalam video YouTube berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” pada 2021 lalu.

Dalam konten itu, Haris dan Fatia membahas bisnis yang melibatkan para pejabat dan Purnawirawan TNI di balik persoalan Papua, termasuk Luhut.

Dalam video itu, disebutkan jika PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group, terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Adapun Luhut disebut karena dirinya merupakan salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.

Karena hal tersebut, Luhut yang merasa difitnah dan dicemari nama baiknya lantas melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya. Keduanya dilaporkan dengan Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 14 atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1986 tentang Peraturan hukum pidana Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP.

“Saya melaporkan pencemaran nama baik saya ke polisi. Jadi Haris Azhar sama Fatia,” tegas Luhut di Polda Metro Jaya, 22 September 2021 lalu.

Sebelum melapor, Luhut sempat melancarkan dua kali somasi terhadap Haris dan Fatia. Lantaran keduanya tak menjawab kedua somasi tersebut, maka Luhut memilih untuk menempuh jalur hukum.

“Saya kira sudah keterlaluan (Haris dan Fatia). Dua kali saya (somasi), suruh minta maaf, enggak mau minta maaf. Sekarang kami ambil jalur hukum. Jadi saya pidanakan dan perdatakan,” tegas Jenderal bintang empat tersebut saat itu.

Haris sendiri juga memiliki alasannya tersendiri mengapa ia tak menggubris somasi Luhut dan menolak untuk meminta maaf. Menurutnya, dia tak merasa melakukan perbuatan melawan hukum dan tak ada masalah dengan video tersebut karena didasarkan penelitian dan data yang ditemukan.

Selain itu, juga menyatakan bahwa dirinya justru ingin berdiskusi langsung dengan Luhut terkait isu yang ia angkat dalam videonya. Ia bahkan mengaku siap memfasilitiasi Luhut untuk berbicara dan membuka data di hadapan publik, tanpa meraup keuntungan sedikitpun. Haris saat itu berniat untuk melakukan adu data dengan Luhut atas isu tersebut.

Namun, Luhut diakuinya, alih-alih menggubris permintaannya tersebut, justru memilih untuk meminta Haris dan Fatia agar meminta maaf dan lalu melaporkan keduanya karena tak kunjung merespons permintaan Luhut itu.

Padahal, Haris mengakui bahwa pihaknya sudah merespons somasi Luhut tersebut dengan kerap memberikan jawaban ihwal maksud, tujuan, motif, dan keterangan serta meminta bukti-bukti sebagaimana yang diminta pihak Luhut dalam somasinya.

Pihak Haris dan Fatia, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, mengakui sudah melakukan berbagai upaya guna menghentikan laporan Luhut. Sejumlah upaya seperti mediasi, hingga beberapa laporan kepada polisi versi dirinya. Sayangnya, pihak kepolisian tak menggubris laporan-laporan tersebut.

Kedua aktivis tersebut sudah menawarkan langkah hukum lainnya sejak dimulainya proses penyidikan kasus itu. Pihak keduanya sempat membuat permohonan eksaminasi yang bermuara pada permohonan logis untuk menghentikan kasus tersebut secara legal kepada kepolisian, pengawas internal, dan eksternal penyidik.

Selain itu, pihaknya juga menuntut pemenuhan hak tersangka dalam KUHAP karena sudah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya meminta adanya saksi-saksi yang meringankan. Mulai ahli yang lebih independen yang harus diperiksa oleh kepolisian.

Pemeriksaan ahli yang lebih independen nantinya akan bermuara pada kesimpulan terhadap kejelasan ada tidaknya tindak pidana di kasus tersebut.

Sejauh ini, menurut Haris, berbagai upaya tersebut tak pernah digubris baik oleh pihak Luhut maupun pihak Polda Metro Jaya.Dia menilai kasusnya tersebut hingga kini hanya berkutat pada pernyataannya di YouTube, alih-alih diberikan ruang untuk melakukan pembahasan lebih lanjut atas pernyataannya tersebut yang menurutnya memiliki dasar dari kajian sembilan organisasi masyarakat sipil.

“Polisi dan si pelapor (Luhut) tidak pernah menggubris membuka ruang untuk membahas soal skandal dari sembilan organisasi yang saya bahas di YouTube,” kata Haris Ahzar.

Adapun sembilan organisasi masyarakat sipil yang dimaksud oleh Haris yakni WALHI, Yayasan PUSAKA Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, YLBHI, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.

Kemudian, saat Haris dan Fatia menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, pihaknya sudah melancarkan upaya pemberian keterangan . Namun, upaya tersebut masih juga diabaikan oleh pihak Polda Metro Jaya.

Atas dasar ini, pihak Haris dan Fatia pun memutuskan untuk mengajukan gugatan pra peradilan terhadap baik Luhut maupun Polda Metro Jaya ke pengadilan.

Jika semua mekanisme internal ini tetap diabaikan atau tak berjalan efektif, kami akan menghadapinya di proses persidangan, di pengadilan, dan kami akan mengajukan praperadilan,” ungkap pengacara Haris, Nurkholis Hidayat.

Adapun jika segala upaya tersebut nantinya berujung gagal sehingga Haris dan Fatia harus ditahan, Haris mengakui tidak gentar dan akan bersedia ditahan sampai kapanpun. Meski begitu, dirinya mengingatkan jika pelaporan dan penetapan dirinya sebagai tersangka itu memiliki unsur politis, berupaya melakukan pembungkaman dan diskriminasi hukum.

“Ini upaya untuk membungkam, baik membungkan saya, membungkam masyarakat sipil, dan sekaligus menunjukkan bahwa ada diskriminasi penegakan hukum,” tegas Haris.

“Badan saya, fisik saya, dan saya yakin Saudari Fatia, kami bisa dipenjara, tetapi kebenaran yang kami bicarakan dalam video itu tidak bisa dipenjara,” pungkasnya.

Laporan Luhut yang kini menjadikan Haris dan Fatia sebagai tersangka pun dianggap banyak pihak sebagai bentuk kriminalisasi. Banyak pihak yang menentang penetapan Haris dan Fatia sebagai tersangka karena dianggap timpang dalam perlakuan antara kepada pihak Luhut dengan pihak Haris dan Fatia.

Namun, layaknya sejak awal melapor, pihak Luhut masih terus membantah jika dirinya disebut mengkriminalisasi keduanya dan laporannya diklaim sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Senada, pihak Polda Metro Jaya pun mengklaim jika penetapan Haris dan Fatia sudah sesuai prosedur dalam KUHAP.

Adapun kasus ini masih menunggu keterangan lebih lanjut apakah Haris dan Fatia akan berakhir di balik jeruji besi, atau pihak Luhut maupun pihak Polda Metro Jaya akan menempuh alternatif lain guna mengatasi polemik tersebut.

Sementara Ketua Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Undip, Pujiyono seperti di kutip dari detikcom khawatir hal tersebut bisa mengarah kepada pembungkaman.

Dalam kasus ini, Pujiyono menilai Haris dan Fathia berbicara bukan dalam konteks menjatuhkan Luhut secara individu melainkan untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, kriminalisasi terhadap keduanya berpotensi membuat orang lain takut menyampaikan kritik.

“Seperti Azhar dan (Fatia) itu kan sebetulnya menyuarakan daripada masyarakat. Mungkin kegelisahan yang notabenenya tidak semuanya masyarakat punya keberanian seperti itu,” jelasnya kepada detikJateng, Selasa (22/3/2022).

“Jangan sampai preseden seperti ini akan membuat membungkam, membungkam daripada keberanian masyarakat untuk mengoreksi,” imbuhnya.

Pujiyono juga mengatakan bahwa kriminalisasi biasa ditemukan di zaman Orde Baru. Hal itu yang dia sayangkan mengingat demokrasi Indonesia saat ini sudah berjalan dengan baik.

“Karena ini kita sudah membangun demokratisasi yang sangat bagus,” ujarnya.

Menurutnya, lanjut Pujiyono, lebih baik kasus ini diselesaikan dengan baik atau restorative justice. Namun, hal itu bukan berarti Haris dan Fatia melakukan permohonan maaf.

“Saya pikir ini enggak mesti harus bermuara ke sistem peradilan pidana tapi bisa diselesaikan dengan baik,” kata dia.

Pujiyono mengatakan, data yang dimiliki Haris dan Fatia diuji dan dibicarakan substansinya. Kemudian baru berdiskusi mengenai kasusnya. Pasalnya, permohonan maaf berarti Haris dan Fatia mengakui kesalahan.

“Substansinya secara fair memang harus diungkap. Jangan sampai kemudian ketika orang-orang, teman-teman masyarakat sipil ada keberanian dan kemudian memiliki data, ketika itu tidak terungkap secara real data itu, kemudian ditutup dengan kasus pidana,” jelasnya.

“Bagaimanapun juga negara atau pemerintah itu perlu koreksi kritik dan sebagainya,” pungkas Pujiyono