HOSTUM 2012: Ketika Serikat Pekerja Mengguncang Negeri dan Membuka Jalan Perubahan

HOSTUM 2012: Ketika Serikat Pekerja Mengguncang Negeri dan Membuka Jalan Perubahan

Tahun 2012 tercatat sebagai salah satu tonggak sejarah penting dalam gerakan buruh Indonesia. Aksi nasional bertajuk “HOSTUM” yang merupakan akronim dari Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah, dimana itu menjadi peristiwa langka sekaligus monumental, ketika jutaan buruh dari berbagai penjuru negeri turun ke jalan menuntut keadilan sosial dan perbaikan sistem ketenagakerjaan.

Aksi ini tak hanya masif dalam jumlah, tetapi juga strategis dalam dampak. Lebih dari 2 juta buruh dari ratusan perusahaan dan kawasan industri melakukan mogok serentak di lebih dari puluhan titik strategis, termasuk Jabodetabek, Karawang, Purwakarta, Surabaya, hingga Batam. Mereka menuntut penghentian sistem kerja outsourcing yang dianggap eksploitatif, serta mendesak kenaikan upah minimum yang layak bagi pekerja.

#Puncak Kemarahan Kolektif

Tahun 2012 adalah masa ketika ketimpangan antara biaya hidup dan pendapatan buruh kian melebar. Sistem kerja outsourcing yang menyasar pekerjaan inti semakin merajalela, sementara upah minimum tak mampu mengejar laju inflasi dan harga kebutuhan pokok.

Di tengah situasi itulah, serikat-serikat pekerja lintas sektor dan federasi serikat pekerja seperti FSPMI, KSPI, KSPSI AGN, KSBSI, FSP KEP SPSI, hingga komunitas independen pun menggalang kekuatan. Koordinasi dilakukan lintas daerah. Rapat-rapat konsolidasi digelar di pabrik, posko buruh, hingga tempat umum (Kawasan industri). Seruan nasional akhirnya disepakati, yakni aksi mogok nasional bertajuk Hostum.

#Hasil Nyata: Regulasi dan Kenaikan Upah
Aksi Hostum 2012 membuahkan hasil konkret.

Pemerintah, lewat Kementerian Tenaga Kerja, menerbitkan Surat Edaran No. SE-04/MEN/X/2012 yang membatasi praktik outsourcing hanya untuk lima jenis pekerjaan: keamanan, kebersihan, katering, transportasi, dan pemborongan pertambangan.

Selain itu, desakan terhadap penetapan upah minimum yang layak membuahkan kenaikan signifikan. Di DKI Jakarta, UMP 2013 naik sebesar 44%, dari Rp1,52 juta menjadi Rp2,2 juta. Kenaikan ini disebut sebagai yang tertinggi dalam sejarah penetapan upah minimum nasional saat itu.

Tak berhenti di situ, aksi ini juga membuka jalan bagi kesadaran politik buruh. Banyak tokoh buruh mulai menyerukan pentingnya membentuk representasi politik yang mampu memperjuangkan hak-hak pekerja di parlemen dan dalam kebijakan negara.

#Refleksi dan Warisan

Kini, lebih dari satu dekade berlalu, semangat Hostum tetap relevan. Munculnya kebijakan kontroversial seperti Omnibus Law Cipta Kerja justru menjadi tantangan baru yang mengancam kembali kesejahteraan pekerja. Namun, sejarah mencatat bahwa kekuatan kolektif buruh pernah berhasil mengubah arah kebijakan nasional.

Untuk itu, bisa dikatakan bahwa “Aksi Hostum adalah sebagai bukti bahwa ketika buruh bersatu, suara mereka tak bisa diabaikan”. Hostum 2012 bukan sekadar demo, melainkan pengingat bahwa perubahan sosial selalu mungkin, jika pekerja atau buruh bekerja bersama.