Honorer dan Negara yang Sedang Sakit

Honorer dan Negara yang Sedang Sakit

Jakarta, KPonline – Sabtu kemarin, 3 November 2018, saya kembali menghadiri pertemuan konsolidasi para guru dan tenaga honorer di Omah Honorer Didi Suprijadi Jatinegara Kaum.

Dalam pertemuan yang dihadiri kurang lebih 50 orang tersebut, kembali saya terperangah ada seorang bapak yang sudah mengabdi selama 31 tahun menjadi honorer namun belum diangkat jadi PNS.

Ada lagi seorang ibu honorer yang hadir ditemani anak putrinya yang juga seorang honorer. Semoga ketika si ibu tersebut memiliki cucu, permasalahan honorer sudah terselesaikan. Sehingga sang cucu tidak akan menajdi guru honorer ketika ingin mengabdi kepada bangsa dan negara di dunia pendidikan.

Dalam urun rembug tersebut, saya menyarankan agar para honorer menata dan memperkuat gerakannya karena ada 2 hambatan yang menghambat 1.2 juta honorer belum diangkat sebagai ASN hingga kini dan bahkan 10 atau 20 tahun kedepan.

Kedua problem tersebut adalah pemerintahan yang tidak mempu mengelola negara yang sedang bangkrut yang APBNnya terus defisit dan terjerat hutang oleh rente (hutang sudah mencapai 30 % dari PDB sedangkan pajak yg masuk kas negara hanya 10%).

Hutang menyebabkan berhutang untuk bayar cicilan dan bunga hutang ( sekitar hampir 400 triliun) serta untuk bayar gaji pegawai yang sudah ada.

Problem kedua honorer adalah pemerintah yang tidak peduli pada honorer.

Dengan kedua permasalahan tersebut, maka lengkaplah penderitaan para honorer jika masalahnya demikian.

Oleh karenanya tidak bisa para honorer berjuang hanya sekedar minta diangkat jadi PNS namun tidak menata ulang negara yang sedang sakit dan salah tata kelola akibat pemerintahnya tidak mempunyai kemampuan yg kuat mengelola negara.

Para aktivis honorer juga harus bersinergi dengan elemen lain untuk menata ulang bangsa ini karena efek pemerintahan yang gagal dan under capacity ini dampaknya bukan hanya dialami oleh para honorer.

Kaum buruh juga mengalami penurunan kualitas kerja yang ditandai dengan banyaknya PHK, dan munculnya kebijakan perbudakan berkedok pemagangan. Termasuk kebijakan TKA.

Juga membatasi kenaikan Upah Minimum melalui PP 78 sejak 2015 namun satu sisi berbagai subsidi seperti BBM dan listrik dicabut yg membuat daya beli dan kesejahteraan buruh makin jatuh dan berimbas pada perekonomian nasional.

Andaikata ada test penerimaan CPNS saat ini maka jumlahnya sangat kecil dari kebutuhan yang ada yakni ada sekitar 1.2 juta honorer.

Dengan jumlah ASN saat ini infonya sekitar 2.5 juta orang, belanja APBN untuk pegawai sekitar 500-600 triliun, sehingga jika diangkat 1.2 juta honorer maka pemerintah butuh dan buat bayar gaji sekitar 800 triliunan.

Mendapat laporan dari temen temen, sesungguhnya secara umum gaji PNS pun tidak terlalu besar baik PNS umum, tentara dan polisi masih jauh dari upah minimumnya australia / singapura dan negara maju lainya sekitar 30-40 jutaan.

Maka suka nggak suka, kita butuh perubahan. Kita perlu pemerintahan yang berani negoisasi kepada para pengusaha agar pajaknya masuk lebih optimal kepada kas negara.

Tetap semangat kawan kawan honorer. Kita akan terus berjuang bersama untuk kemuliaan para guru dan tenaga honorer.