Bogor, Tanjung Sari, didampingi oleh LPI Front Pembela Islam, Heri Irawan, Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch Indonesia datang langsung kerumah anak penderita hidrocepalus untuk memastikan keadaan balita tersebut, pada Kamis 8 Agustus 2019 di Kampung Dukut,Desa Sinarasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor.
Tujuan kedatangan Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch Indonesia ini untuk memastikan secara langsung kondisi Qoirul Anam Balita kelahiran pada 25 April 2013, Penderita Hidrocepalus anak dari pasangan Katemo (53) dan Teti Masitoh (40) warga Kecamatan Tanjung Sari Kab, Bogor tersebut.
“Kedatangan kami disini ingin memastikan secara langsung bagaimana kondisi Qoirul Anam dan kesulitan apa saja yang dihadapi keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan” tutur Heri, saat tiba di rumah Qiurul Anam.
Setelah koordinasi dengan pihak keluarga Heri langsung melakukan koordinasi dengan pihak RSUD Cileungsi terkait rencana operasi yang akan dilakukan pada Jum’at 9 Agustus 2019, pihak RSUD Cileungsi merespon dengan baik dan siap untuk memberikan pelayanan yang Maximal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pasien.
Tidak hanya Jamkeswatch yang mengawal namun pihak Puskesmas Tanjung Sari juga dikabarkan sigap membantu baik secara medis juga transportasi ambulans dari rumah ke RSUD Cileungsi, begitu juga dari Front Pembela Islam juga ikut mengawal.
Selain turun langsung kelapangan melalukan Advokasi dan Pendampingan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, Relawan Jamkeswatch juga menolak keras terkait kebijakan Pemerintah Pusat yang sudah menonaktifkan 5,2 juta peserta Penerima Bantuan Iuran JKN- BPJS kesehatan dan juga usulan DJSN terkait kenaikan Iuran peserta JKN -BPJS Kesehatan PBPU/ Mandiri.
“Sesuai hasil rapat bersama DPN Jamkeswatch di Jakarta, Kami Jamkeswatch Indonesia menolak kenaikan Penonaktifan 5,2 juta Peserta PBI, juga menolak rencana kenaikan Iuran untuk peserta mandiri” tegas Heri.
Langkah menonaktifkan 5,2 juta peserta PBI dengan alasan peserta NIK KTP-nya belum tercatat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kemudian ada yang sejak 2014 tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke faskes yang telah ditentukan; adalah pelanggaran serius terhadap hak rakyat untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
“Seharusnya pemerintah berterima kasih kepada peserta BPJS Kesehatan yang tidak pernah menggunakan kartu BPJS nya. Bukannya malah dihukum dengan dinontaktifkan (PBI-nya),” lanjutnya.
Alasan NIK KTP yang tidak tercatat juga dinilai tidak relevan. Karena sebelum dicabut seharusnya terlebih dahulu dicek by name by address untuk memastikan keberadaan yang bersangkutan.
“Jangan sampai permasalahan administratif mengalahkan substansi,” tegasnya.
|