Hak Untuk Beristirahat Diantara Jam Kerja

Jakarta, KPonline – Kali ini, KPonline akan membahas mengenai ketentuan waktu kerja dan istirahat diantara jam kerja. Dikarenakan waktu istirahat adalah hak pekerja, kita harus mengetahui ketentuan ini.

Bagaimana ketentuan waktu kerja?

Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana meliputi :
1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
3. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada pint 1 dan 2 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
4. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada poin (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Bagaimana ketentuan waktu istirahat?

Pekerja bukan robot. Oleh karena itu, pengusaha tidak boleh mempekerjakannya sesuka hati tanpa diberikan hak istirahat. Dalam hal ini, waktu kerja yang diperbolehkan adalah 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Sebagai cacatan, ketentuan waktu kerja sebagaimana tersebut di atas tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu, misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Karena pekerjaan-pekerjaan tersebut jarang berhubungan dengan kita, saya tidak akan membahas lebih rinci.

Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana tersebut di atas, kecuali ada persetujuan pekerja yang bersangkutan. Itu pun tidak boleh melebihi 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Bagaimana hak istirahat diantara jam kerja, istirahat mingguan dan cuti tahunan?

Hak istirahat dan cuti wajib diberikan pengusaha kepada pekerja dalam hal berikut:

(a) istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

(b) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

(c) cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(d) istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipanan masa kerja 6 (enam) tahun. Sayangnya, hak istirahat panjang ini hanya berlaku bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan tertentu. Sedangkan yang dimaksud perusahaan tertentu, berdasarkan ketentuan Pasal 2 Kepmenakertrans Nomor KEP.51/MEN/IV/2004 tentang Istirahat Panjang Pada Perusahaan Tertentu adalah perusahaan yang yang selama ini telah melaksanakan istirahat panjang sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri ini.

Apa sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan hak istirahat diantara jam kerja, istirahat mingguan dan cuti tahunan?

Barang siapa yang tidak memberikan istirahat dan cuti sebagaimana tersebut di atas, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp, 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).