Hak Bagi Pekerja Penyandang Cacat

Jakarta, KPonline – Dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 disebutkan, “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Selanjutnya, dalam Pasal 28D ayat (2) disebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

Apa yang tertuang dalam konstitusi tersebut di atas, tidak terkecuali bagi penyandang cacat. Untuk itu, secara khusus, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menyebutkan, “Setiap Penyandang Cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis derajat kecacatannya.”

Dalam hal ini, setiap perusahaan diminta untuk memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada Penyandang Cacat dengan mempekerjakan Penyandang Cacat diperusahaannya dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan atau kwalifikasi perusahaan.

Dalam penjelasan Pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat disebutkan, “Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan. Begitu juga dengan perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi. Harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.”

Perusahaan yang dengan sengaja tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat, diancam dengan pidana kurungan selama 6 Bulan dan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia telah mengerluarkan Surat Edaran No.: 01.kp.01.15.2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat di Perusahaan tertanggal 26 Februari 2002. Dalam Surat Edaran tersebut mengamanatkan kepada Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk: (a) Mensosialisasikan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat sebagai upaya penempatan tenaga kerja penyandang cacat di perusahaan-perusahaan; (b) Melakukan pendataan perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan (c) Melaporkan hasil pendataan perusahaan yang telah mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat kepada menteri tenaga kerja dan transmigrasi cq. Direktorat jenderal binalatpendagri

Perlindungan terhadap Penyadang Cacat juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Disamping itu, setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Termasuk mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Hak Penyandang Cacat bahkan sudah dilindungi sejak dalam pelatihan kerja. Dalam hal ini, pelatihan berja bagi Tenaga Kerja Penyandang Cacat harus dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang Cacat yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas, sudah sangat jelas jika Penyandang Cacat juga memiliki hak dalam dunia kerja. Pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja Penyandang Cacat bahkan wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya yang mengacu pada peraturan Perundangan yang berlaku. Dan apabila ketentuan ini dilanggar, dikenakan sangsi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama dua belas bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah).