Guru Honorer dan Guru Swasta Tolak RUU Sisdiknas

Jakarta,KPonline – Guru non ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki semiliki sertifikat pendidik, maka pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai undang undang ketenaga kerjaan.”

Demikian salah satu kalimat yang disampaikan Iwan Syahril Dirjen GTK Kemendikbudristek saat menyampaikan konferensi pers tentang RUU Sisdiknas.

Ada tiga hal dalam pernyataan tersebut, Pertama, sertikat pendidik bagi guru non ASN tidak diperlukan lagi. Kedua, Pemerintah akan menaikan bantuan operasional sekolah untuk menambah penghasilan guru. Ketiga, pengaturan guru guru non ASN diberlakukan undang undang Ketenagakerjaan.

Menyikapi pernyataan Dirjen GTK Iwan Syahril dalam hal RUU Sisdiknas, FPTHSI ( Forum Pendidikan Tenaga Honorer Swasta Indonesia ) menyatakan tidak sependapat dan menolak RUU Sisdiknas.

Perlu diketahui,bahwa guru non ASN itu terdiri dari guru honorer di sekolah negeri, guru honorer di madrasah dan guru di sekolah swasta.

FPTHS menolak RUU Sisdiknas dengan alasan, sebagai berikut :

Pertama, Pernyataan bahwa sertifikat pendidik bagi guru non ASN tidak diperlukan lagi. Kalimat ini terkesan pemerintah baik sekali dengan membebaskan guru non ASN dari kewajiban sertifikasi.

Padahal sudah selayaknya dibebaskannya guru dari kewajiban sertikasi, seharusnya hal ini dimulai sejak tahun 2015.

Hal ini sesuai UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen . BAB VIII,Ketentuan Penutup, Pasal 82, ayat (1) pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam 12 ( dua belas), bulan terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Sedangkan ayat,(2.) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada Undang undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik paling lama 10 ( sepuluh) tahun sejak berlakunya undang undang ini.
Artinya sejak tahun 2015 Pemerintah atas kelalaiannya sendiri tidak bisa menyelesaikan sertifikasi bagi Guru, maka tanpa RUU Sisdiknas pun Guru guru terbebas dari kewajiban sertifikat pendidik Jadi bukan karena antrian panjang urutan dan ribet nya administrasi sertifikasi guru dihilangkan.

Kedua, Pemerintah akan meningkatkan penghasilan guru lebih tinggi melalui dana operasional satuan pendidikan, hati hati ini juga jebakan batmen.

Sudah 20 tahun sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa, BAB XIII , tentang Pendanaan Pendidikan, Bagian keempat, pengalokasian dana pendidikan, Pasal 49, Ayat (1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) pada sektor pendidikan dan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD ).

Kenyataannya guru guru honorer di sekolah negeri dan sekolah swasta pendapatannya rata rata dibawah hidup layak walaupun sudah ada undang undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Artinya selama ini Pemerintah abai terhadap Guru , khususnya Guru honorer dan Guru Swasta dalam penghasilan yang layak.

Ketiga, Guru non ASN akan dikelola berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan,

Menggunakan undang undang ketenagakerjaan dalam hal pengelolaan Guru non ASN, tidaklah lebih baik dibandingkan dengan undang undang Guru dan Dosen Utamannya dalam kontrak kerja dan upah.

Dalam undang undang Omnibuslaw bahwa pekerja akan dikontrak seumur hidup tidak ada pekerja tetap serta bisa melalui mekanisme alih daya (outsourcing).

Oleh sebab itu karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

Begitu juga Hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Begitu pun dengan cuti panjang dan hak cuti panjang, juga berpotensi hilang.

Guru guru non ASN saat diundangkannya UU no 20 2003 tentang Sisdiknas saja belum merasakan manfaatnya, apalagi dengan menggunakan Undang undang Cipta Kerja Omnibuslaw yang kontraversial itu.

Undang undang Omnibuslaw nya saja ditolak oleh FPTHSI bersama afiliasi serikat pekerja lainnya dalam organisasi Konfederasi Pekerja Serikat Indonesia ( KSPI ) apalagi RUU Sisdiknas dikaitkan, maka wajar Guru guru menolak RUU tersebut.

RUU Sisdiknas kurang tepat di bahas oleh DPR sekarang ini dalam kondisi masyarakat resah akibat kenaikan BBM dan Undang undang Omnibuslaw Cipta Kerja yang Inkonstitusional.

Apabila Pemerintah dan DPR ngotot membahas RUU Sisdiknas, maka tidak ada jalan lain Guru guru akan bergabung dengan Buruh melakukan aksi serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 6 September 2022 yang dipusatkan di Gedung DPR RI Senayan Jakarta.