Gotong Royong Baru JKN: Mengembalikan Marwah Sehat Rakyat Miskin dan Peran Aktif Kita

Gotong Royong Baru JKN: Mengembalikan Marwah Sehat Rakyat Miskin dan Peran Aktif Kita
Wahyu Hidayat (kanan) bersama Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) SPAMK FSPMI, Ranto Apriyanto (kiri)

Purwakarta, KPonline – Kebijakan Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dengan dukungan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan advokasi intensif dari Komisi IX DPR RI telah menorehkan sejarah baru dalam jaminan kesehatan nasional.

Keputusan untuk menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan bagi lebih dari 32 juta peserta miskin yang beralih status menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah langkah korektif yang fundamental. Ini adalah manifestasi nyata dari kembalinya marwah JKN—bahwa jaminan kesehatan adalah hak dasar yang dijamin negara, bukan beban yang harus menenggelamkan rakyat rentan.

#Menarik Benang Merah UU 24/2011

Langkah strategis ini bukan sekadar bantuan sosial, melainkan penegasan ulang atas semangat *Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS*. Sejak awal, UU ini dirancang untuk mewujudkan cakupan kesehatan semesta (*Universal Health Coverage*), di mana iuran bagi warga negara yang tidak mampu dibayar penuh oleh negara. Tunggakan iuran yang menumpuk pada segmen mandiri yang jatuh miskin telah menciptakan “efek *churn*”—peserta keluar-masuk sistem karena ketidakmampuan membayar—yang justru merusak prinsip solidaritas dan gotong royong JKN.

Wahyu Hidayat, Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang juga pendiri Spirit Binokasih dan sekaligus Ketua Exco Partai Buruh Purwakarta, menyuarakan sentimen ini dengan lugas:

“Terimakasih. Perlahan namun pasti, UU 24/2011 sebagai hasil perjuangan bersama khususnya kelas pekerja semakin menuju arah bagi jaminan kesehatan rakyat semesta karena bagi yang sakit diobati dan dirawat hingga sehat”.

Apresiasi ini mengandung pesan penting: penghapusan tunggakan adalah rekonsiliasi negara dengan rakyatnya. Ini adalah kemenangan untuk mewujudkan JKN yang inklusif, memastikan bahwa “sehat” adalah keadaan yang terjamin bagi semua, tanpa memandang status ekonomi. Dengan alokasi *Rp20 triliun* dalam APBN 2026 yang disiapkan Menkeu Purbaya untuk menutup tunggakan maksimal *24 bulan*, pemerintah telah menempatkan modal kepercayaan sosial yang besar. Selain itu, penjaminan bahwa iuran BPJS tidak naik hingga *akhir 2025* semakin memperkuat komitmen menjaga daya beli masyarakat.

#Implementasi dan Ujian Keadilan Publik

Kebijakan besar ini dijadwalkan mulai diimplementasikan pada November 2025. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada dua hal: akurasi data dan peran aktif masyarakat.

A. Implementasi dan Verifikasi Otomatis

Inti dari proses implementasi adalah:

1. Fokus PBI dan DTSEN: Penghapusan tunggakan hanya berlaku bagi peserta yang telah beralih status ke PBI atau tercatat sebagai kelompok miskin/tidak mampu dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

2. Mekanisme Otomatis: Peserta yang memenuhi kriteria tidak perlu mengajukan permohonan pemutihan. Sistem BPJS Kesehatan akan memutihkan tunggakan secara otomatis berdasarkan hasil verifikasi data silang dengan Kementerian Sosial dan data DTSEN.

3. Batas Maksimal: Penghapusan hanya berlaku untuk tunggakan hingga 24 bulan terakhir. Tunggakan yang lebih lama tetap menjadi catatan, namun peserta dapat memulai kepesertaan aktifnya kembali sebagai PBI.

B. Peran Aktif Masyarakat: Mengawal Gotong Royong

Inilah saatnya bagi masyarakat untuk membuktikan semangat gotong royong yang sesungguhnya. Kebijakan pro-rakyat ini akan efektif jika:

•Pengecekan Status PBI (Bagi yang Berhak): Masyarakat miskin atau rentan yang merasa berhak menjadi PBI wajib aktif mengecek dan memastikan bahwa mereka terdaftar dalam DTSEN melalui Dinas Sosial setempat. Tanpa verifikasi data kemiskinan yang valid, pemutihan tidak akan terjadi.
•Melaporkan Maladministrasi: Serikat pekerja, aktivis, dan lembaga swadaya masyarakat (termasuk Spirit Binokasih yang dipimpin Wahyu Hidayat) harus terus mengawal proses verifikasi dan melaporkan segera jika terjadi dugaan maladministrasi atau penyelewengan dalam penyaluran manfaat pemutihan.
•Budaya Kepatuhan (Bagi yang Mampu): Bagi jutaan peserta mandiri (PBPU) yang tidak masuk kriteria miskin, kepatuhan membayar iuran tepat waktu adalah wujud solidaritas tertinggi. Penghapusan tunggakan bagi yang tidak mampu harus menjadi pengingat, bukan insentif untuk menunggak. Keberlanjutan sistem JKN sangat bergantung pada kedisiplinan kolektif ini.

Kesempatan ini adalah momentum emas untuk mewujudkan JKN yang seutuhnya berkeadilan. Negara telah mengambil langkah besar; kini, tanggung jawab ada pada kita semua untuk menjaganya. Saling bahu membahu memastikan bahwa cita-cita rakyat untuk diobati dan dirawat hingga sehat benar-benar terwujud, menjadikan gotong royong di sektor kesehatan sebagai pilar utama kedaulatan bangsa.