Gelombang PHK di Indonesia: Adakah Pihak yang Bisa Disalahkan?

Gelombang PHK di Indonesia: Adakah Pihak yang Bisa Disalahkan?
KSPI melakukan aksi unjuk rasa untuk menyuarakan penolakan PHK. Foto: Media Perdjoeangan

Purwakarta, KPonline – Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia semakin memprihatinkan. Kurang lebih 70 ribu pekerja terPHK hingga 20 Mei 2025, dengan tiga provinsi paling terdampak adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau . Meski banyak faktor, siapa sebenarnya yang bisa disalahkan?

1. Gejolak Pasar dan Lesunya Ekonomi Global

Kementerian Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli mengungkap tujuh penyebab dominan PHK, antara lain: pasar dalam dan luar negeri menurun, relokasi pabrik demi upah murah, dan perusahaan yang merugi atau tutup (money.kompas.com). Data Kemnaker mendapati bahwa sektor manufaktur menjadi penyumbang PHK terbesar, termasuk tekstil, perdagangan, dan jasa (money.kompas.com).

2. Tekanan Persaingan dan Invasi Produk Impor

Kompetisi ketat, terutama dari produk-produk impor murah seperti dari China, memicu penutupan pabrik dan PHK. Masalah ini mencuat di sektor tekstil, kelapa, elektronik, otomotif, dan F&B (kompas.id). Misalnya Sritex (12.000 pekerja terdampak), KFC Indonesia (sekitar 2.000 pekerja), hingga Sanken dan Yamaha Music terkena dampaknya (kompas.id).

3. Transformasi Bisnis dan Otomasi

Efisiensi lewat restrukturisasi, digitalisasi, dan otomatisasi menjadi strategi perusahaan bertahan, tapi berimbas pada pekerja . Relokasi demi biaya operasional lebih rendah menjadi pilihan banyak korporasi (ayojakarta.com).

4. Regulasi & Perlindungan Buruh yang Lemah

“Kebijakan negara belum serius dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional yang berpihak pada pekerja. Kerja kontrak dan outsourcing terus memiskinkan buruh,” kritik FSPMI mengomentari UU Cipta Kerja sebagai “neraka bagi buruh, surga bagi investasi” (regional.kompas.com). Praktik seperti penahanan ijazah pekerja menunjukkan lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan (regional.kompas.com).

5. Mismatch Keterampilan dan Tren Pengangguran Usia Muda

PHK juga memicu lonjakan pengangguran di kalangan muda (19–24 tahun), terutama lulusan SMK yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri (naker.news). Kemenaker mencatat jumlah pengangguran meningkat drastis, menandakan kebutuhan upskilling dan program transisi sekolah-ke-dunia-kerja yang lebih masif (naker.news).

6. Proyeksi Ancaman PHK yang Lebih Besar

Jika tren April 2025 (24.360 kasus) terus berlanjut, tahun ini bisa terjadi total PHK hingga 280.000 orang (newneraca.neraca.co.id). Indef menyoroti lemahnya permintaan ekspor, relokasi pabrik, dan minimnya stimulus fiskal sebagai penyebab utama (newneraca.neraca.co.id).

 

Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

•Perusahaan Efisiensi & relokasi dianggap agresif jika tanpa mitigasi pekerja.

Pemerintah Dinyatakan belum cukup “pro-buruh”; penegakan regulasi blak-blakan masih lemah.

••Investor & Industri Impor Produk murah jadi tekanan besar bagi produsen lokal.

•••Sistem Pendidikan & Ketenagakerjaan Mismatch keterampilan dan kurangnya pelatihan relevan meningkatkan pengangguran muda.

Kesimpulannya, gelombang PHK ini bukan karena satu pihak saja. Ini adalah perangkap struktural yang melibatkan ketidakseimbangan ekonomi, regulasi lemah, persaingan global, dan transformasi teknologi. Solusinya juga harus holistik, yaitu reformasi perlindungan buruh, penguatan skill, insentif bagi industri lokal, serta jaminan transisi kerja yang layak.

Sumber:
money.kompas.com
kompas.id
antaranews.com
regional.kompas.com