FSPMI Sumut Tuntut RSPO Mencabut Sertipikat PT Smart Tbk, Diduga Melakukan Pemberangusan Serikat Buruh Dan Diskiriminasi Bonus

Medan, KPonline – Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut) meminta kepada Rondetable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk mencabut Sertipikat standart mutu PT Smart Tbk di kebun Padang Halaban dan Kebun Adipati yang beralamat di Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara.

Hal ini disampaikan oleh, Willy Agus Utomo selaku Ketua DPW FSPMI Sumut, menurutnya banyaknya pesoalan ketenagakerjaan di PT Smart Tbk kebun Padang Halaban dan Adipati diketahui mulai sejak bulan Februari 2018, dimana sebanyak 400 orang buruhnya membentuk organisasi PUK SPAI FSPMI PT Smart Tbk disana.

“Masih awal terbentuk dan sah tercatat PUK SPAI FSPMI, pihak perusahaan diduga bersikap tidak suka akan keberadaan organisasi FSPMI, dengan cara melakukan PHK terhdap 5 orang pengurus dan mutasi sebanyak 8 orang anggotanya,” ujar Willy Agus Utomo kepada Wartawan di Medan. Kamis (1/07/2021).

Dugaan pemberangusan PUK SPAI FSPMI di Perusahaan Perkebunan kelapa sawit ini terungkap dari pengakuan para buruh yang mengatakan pihak perusahaan memakai jasa Asisten, Mandor dan Securiti melakukan intimidasi kepada buruh dan keluarganya yang merupakan pengurus dan anggota PUK FSPMI.

“Mereka diduga terang-terangan memaksa agar para buruh tidak menjadi anggota PUK SPAI FSPMI di perusahaanya,” ungkap Willy.

Menurut Willy hal ini jelas telah bertentangan dengan UU Kebebesan berserikat yang dijamin di Indonesia, hal ini kata Willy, PT Smart Tbk diduga telah melanggar Pasal 28 Jo 43 UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

“Dalam pasal tersebut, siapapun dilarang menghalang-halangi pekerja/buruh untuk menjadi anggota atau tidak menjadi anggota menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh, barang siapa yang melakukan penghalangan atau pemaksaan maka sesuai pasal itu dapat dipidana paling sedikit 1-4 tahun penjara,” papar Willy.

Akibat Intimidasi kebebasan berserikat di PT Smart Tbk kebun Padang Halaban dan Adipati membuat para buruh ketakutan dan akhirnya banyak yang keluar dari keanggotaan PUK SPAI FSPMI hingga saat ini organisasi yang dibentuk para buruh tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Tidak hanya kebebasan berserikat, PT Smart juga diduga melakukan Diskriminasi pembayaran bonus akhir tahun kepada buruh khususnya anggota FSPMI,” kata Willy.

Willy menjelaskan, dalam hal pembayaran bonus, sejak ratusan buruh bergabung menjadi anggotanya sejak tahun 2018 mereka tidak menerima bonus sebagai mana sebelum mereka bergabung menjadi anggota FSPMI.

“Dulu mereka tiap akhir tahun mendapatkan bonus sebesar 4 bulan upah atau bekisar 12 jutaan, akan tetapi setelah masuk FSPMI mereka hanya diberikan 2 juta rupiah, sedang buruh lain yang tidak anggota FSPMI tetap mendapat sebesar 12 juta rupiah,” ungkap Willy lagi.

Lebih lanjut Willy mengatakan, diskriminasi bonus ini terus berlanjut hingga saat ini, terhitung sudah tiga tahun lamanya para buruh yang merupakan anggota FSPMI tidak pernah lagi mendapatkan bonus yang sesuai ditetapkan oleh perturan perusahaan.

“Terkait hal tersebut, kita sudah lakukan berbagai langkah advokasi dan berunding dengan manajemen, akan tetapi pihak perusahaan tidak menanggapi tuntutan para buruh,” ujar Willy.

FSPMI kata Willy, sudah melaporkan hal ini ke Disnaker setempat terkait bonus, pihak buruh dimenangkan, akan tetapi PT Smart tetap abai dan seolah merasa kebal hukum.

Berdasarkan hal tersebut, maka FSPMI meminta kepada asosiasi RSPO selaku para pemangku kepentingan industri minyak kelapa sawit dan produsen kelapa sawit Intenasional agar mencabut Sertipikat PT Smart.

“Bahkan kalau bisa RSPO memboikot hasil ekspor minyak kelapa sawit PT Smart di Dunia Internasional, sebab hasil produksinya diduga ada penindasan kebebasan berserikat dan pelanggaran hak normatif para buruh, hal tersebut jelas melanggar konvensi ILO dan Amnesty HAM Internasional” pungkasnya.