FSPMI Jadi Garda Terdepan Kesejahteraan Buruh di Sumatera Utara

Sumatera Utara, KPonline – Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Sumatera Utara sampai kini tetap berkomitmen dan memiliki konsekuensi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat pekerja/buruh yang tersebar di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Lewat keterangan resmi yang diterima wartawan, Sabtu (24/2/2018), Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo mengungkapkan, kehadiran FSPMI Sumut sudah ada sejak tahun 2010 yang lalu dan tetap eksis hingga kini.

“Sejak dilahirkan di Sumut, FSPMI tetap berkomitmen sebagai satu-satunya organisasi serikat pekerja yang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh pekerja/buruh di Sumut,” tegasnya.

Dalam catatan FSPMI Sumut, lanjutnya, beberapa bukti konkrit kinerja FSPMI dalam memperjuangkan dan memperbaiki kesejahteraan kaum buruh, di mana pada tahun 2013 yang lalu, FSPMI Sumut menaikan ketentuan UMP tahun 2013 sebesar 35% dari ketetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2012.

“Di tahun 2012, UMP Sumut tercatat sebesar Rp 923.000-an, dan di tahun 2013 UMP Sumut menjadi sebesar Rp 1.419.000. Kenaikannya sebesar 35%,” ungkapnya.

Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, kenaikan UMP Sumut hanya berkisar sebesar 10-15% saja. “Artinya lewat eksistensi perjuangan dan militansi FSPMI Sumut, kesejahteraan buruh/pekerja di Sumut bisa ditingkatkan,” kata Willy.

Selain itu, FSPMI Sumut juga menjadi salah satu organisasi serikat pekerja/buruh yang pernah melakukan tindakan proses hukum tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan kepada pemilik modal.

“Sehingga  ada dua pengusaha dari dua perusahaan yang berbeda di Kabupaten Deli Serdang, menjadi terdakwa dan divonis pidana kurungan badan karena membayar uapah di bawah ketentuan UMK Kabupaten Deli Serdang.

“Kasus ini menjadi perhatian dan sorotan bagi kalangan organisasi serikat pekerja/buruh secara nasional. Bahwa buruh juga bisa mempidanakan pemilik modal, bila si pemilik modal terbukti melakukan tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan,” bebernya.

Pada periode tahun 2016-2018, lanjut Willy, FSPMI Sumut bersama dengan Aliansi Pekerja Buruh Bersatu (APBB) Deli Serdang, secara massiv dan militan lewat aksi-aksi bersama ribuan buruh/pekerja anggotanya, tetap melawan ketentuan PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Aksi masssiv dan militan yang kita lakukan bersama anggota FSPMI dan aliansi serikat buruh/pekerja, mampu keluar dari kebijakan PP 78/2015 dan menaikan kebijakan ketentuan UMK bagi kabupaten/kota di Sumut,” ujarnya.

Dengan prestasi-prestasi tersebut FSPMI SUMUT yang tercatat masih baru lahir dan berkembang sejak tahun 2010 ini juga sudah mampu menduduki posisi penting untuk meningkatkan kesejahteraan buruh seperti diantaranya duduk sebagai LKS tripartit di tingkat Provinsi dan dua Kab/Kota di SUMUT dan duduk menjadi dewan Pengupahan Daerah (DEPEDA) di dua Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tepatnya Kab. Deliserdang dan Kab. Serdang Bedagai.

Harapannya, siapapun nantinya yang menjadi gubernur di Sumut, wujudnya adalah gubsu harus memberikan upah layak kepada buruh di Sumut. Gubsu melalui Disnaker dapat menindak tegas pengusaha dan pemilik modal pelanggar hak-hak normatif pekerja/buruh.

“Pemprovsu diminta lebih tegas dan memiliki komitmen dalam menegakkan segala regulasi dan aturan hukum tentang ketenagakerjaan. Misalnya dengan menerbitkan Perda Sumut tentang ketenagakerjaan yang mengatur hal-hal yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan pekerja/buruh,” pintanya.

“Seperti Gubsu harus mampu hapuskan sistem pekerja outsorching, pemenuhan hak-hak normatif, memberikan transport dan perumahan bagi buruh atau kebijakan pemerintah daerah Sumut yang melindungi buruh/pekerja di Sumut,” pungkas Willy.

(maulana syafii)

Keterangan gambar : Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo (kiri) saat memimpin aksi menuntut kenaikan upah tahun 2018./Istimewa.